Thursday 21 November 2013

Nilai Hidupku

Makna kehidupan bagi setiap orang pastilah berbeda-beda. Ada yang menilai kehidupan sebagai suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan untuk manusia, sehingga manusia itu sangat menghargai kehidupannya. Ada juga yang menilai kehidupannya biasa saja, tidak ada makna sendiri yang berkesan dalam hidupnya. Sehingga mereka pun menjalani hidupnya secara biasa sesuai dengan rutinitas yang ada, atau sesuai apa yang ingin orang lain lakukan untuk kita. Bahkan ada orang yang menganggap hidup mereka tidak berarti sehingga orang tersebut memiliki keinginan untuk menghancurkan hidupnya dengan berbagai cara, bahkan langsung mengakhiri hidupnya. 

Saya bukanlah orang penting yang dikenal oleh banyak orang di seluruh penjuru daerah. Saya juga bukanlah orang yang sangat baik hati atau murah hati yang dikenal oleh semua orang sebagai seorang tokoh terkenal yang sering membantu sesame. Saya juga bukan keturunan darah biru atau bangsawan. Saya juga bukan anak seorang pejabat tinggi atau orang penting. Saya sama dengan yang lainnya. Saya hanya seorang anak manusia yang lahir di keluarga sederhana. Tidak jauh berbeda dengan teman-teman saya yang lainnya. Tak jarang saya meremehkan diri saya sendiri dengan keadaan diri saya sendiri. Tak jarang satya mengeluh dan menggerutu akan kekurangan yang saya miliki. Namun tak jarang juga saya mensyukuri apa yang masih menjadi milik saya. 

Ada kalanya seseorang berada dalam posisi jaya-nya, dan ada kalanya seseorang berada dalam posisi terpuruknya. Hidup ini layaknya sebuah roda yang berputar. Kita tidak harus selalu berada di atas, dan kita juga tidak boleh selalu berada dalam posisi bawah. Suatu kali, saaat saya masih duduk di bangku kelas III SMP, dan saat itu saya sedang mempersiapkan diri saya untuk mengikuti Ujian Nasional. Saya mengalami banyak kesulitan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk mempelajari pelajaran tersebut, namun tetap saja saya gagal dalam pelajaran itu. Sampaisetelah beberapa kali saya mengikuti Try Out dan terus saja gagal, saya pun harus mengikuti Ujian Sekolah dan nilai tersebut tercantum di ijazah. Sialnya saya tetap tidak lolos dalam pelajaran itu. Saya merasa diri saya sungguh bodoh. Teman-teman menertawakan saya, dan akhirnya saya pun mengalami tekanan sehingga saya menangis karena kecewa dan sedih atas hasil yang telah saya dapatkan. Saat saya sedang menangis, guru Bahasa Inggris saya pun menasehati saya dengan sebuah kalimat yang menegunkan hati saya, “Kamu tidak harus selalu menjadi yang terbaik, yang terpenting kamu selalu berusaha menjadi yang lebih baik.” Dalam sekejap saya pun berhenti menangis dan memeluknya dengan erat. Sejak saat itu saya semakin giat dalam belajar dan pada akhirnya saya lolos dalam pelajaran itu. 

Nilai yang dapat diambil dari kisah diatas adalah, kita boleh saja jika memiliki keinginan untuk menjadi yang terbaik, tetapi kita harus ingat bahwa diatas langitada langit dan dibawah tanah ada lapisan tanah lainnya. Saat kita merasa sudah mampu, kita harus bersyukur kepada Tuhan atas segala kecerdasan dan berkat yang Ia berikan untuk kita. Dan disaat kita merasa kita sedang terpuruk atau jatuh, kita harus ingat bahwa kita harus tetap bersyukur kepada Tuhan karena kita diberi waktu untuk memperbaiki kembali kesalahan kita dan mengetahuinya sehingga kita tidak akan mengulanginya lagi.

Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu, mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini (dengan) terasa terbeban dan saat tidak mampu lagi menahan akan memungkinkan kita mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan kita, setiap hari penuh dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia-manusia lainnya.

Ada kalanya seseorang merasa ingin dihargai. Begitupun dengan saya. Namun terkadang saya merasa keegoisan hati saya sangat mengganggu. Saya selalu ingin menjadi yang utama dalam segala hal. Saya selalu merasa diri saya mampu melakukan banyak hal. Dan saya juga merupakan tipe orang yang tidak bisa tinggal diam jika ada masalah yang datang. Saya mengikuti beberapa organisasi sejak saya duduk di bangku SMP, tak jarang juga saya menjadi ketua kelompok dari berbagai project, dan ikut serta dalam berbeagai jenis perlombaan sesuai dengan kemampuan saya, bahkan sejak saya menjabat menjadi Wakil Ketua Osis hingga sekarang setelah saya lengser, saya juga masih memegang beberapa project besar dan tanggung jawab yang lain dan berperan aktif dalam beberapa kegiatan. Namun saya melupakan suatu hal ketika saya memutuskan untuk melakukan suatu hal. Saya melewatkan sebuah bagian dimana saya harus merefleksikan apakah saya mampu untuk memegang segala hal, apakah saya mampu untuk menggerakkan orang-orang yang satu visi dan misi, atau bahkan orang yang bahkan tidak tertarik dalam melakukan sesuatu bersama saya. Saya juga berpikir apakah saya mampu untuk melakukan sesuatu dengan maksimal terhadap suatu hal yang tidak saya sukai. Yang saya pikirkan hanyalah bagaimana menyenangkan hati seseorang, bagaimana membuat orang lain bangga terhadap apa yang telah saya capai, dan bagaimana membuat pandangan orang lain terhadap saya baik. 

Pada awalnya saya menjalankan hari-hari saya seperti biasa, mengikuti segala organisasi yang saya minati dengan biasa, dan terus belajar karena saya tidak memiliki pengalaman khusus dalam berorganisasi. Saya banyak belajar dari orang-orang yang selalu membantu saya hingga pada akhirnya saya pun dapat menyelesaikan segalanya dengan kemampuan yang saya miliki. 

Pada awalnya saya bangga dengan segala apa yang telah saya capai. Sebelum saya merasa bosan untuk menjadi yang utama dimanapun saya berada. Hingga pada akhirnya titik jenuh itu membuat saya menjadi semakin tertekan dengan berbagai beban pekerjaan dan segala deadline yang menunggu saya. Hingga pada akhirnya saya mengalami tekanan tersendiri dalam hidup saya dan bahkan membuat saya menjadi sensitive dan emosional, juga moody.

Sejak saat itu saya memutuskan untuk mengenal kemampuan diri saya sendiri. Saya kemudian teringat kembali dengan perkataan guru saya saat saya menangis di bangku SMP dulu. Saya ingat dengan jelas kalimat yang dilontarkan oleh dirinya. Dan kini saya pun sadar akan suatu hal. Saya hanya perlu menjadi lebih baik setiap harinya, saya tidak perlu menjadi yang terbaik, karena yang terbaik dapat digantikan. Tetapi jika kita terus berusaha menjadi lebih baik setiap harinya, kita akan menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan dalam hidup kita. Tuhan ingin kita sebagai umatNya mencerminkan nilai-nilai, sikap, dan norma-norma agama sesuai dengan standard Tuhan. Baik dalam ucapan, pikiran, dan tindakan yang kita lakukan setiap harinya.

Manusia tak pernah luput dari dosa. Manusia tidak ada yang sempurna. Manusia tak ada yang hidup kekal. Manusia tak ada yang tidak pernah berbuat salah. Tetapi manusia yang baik dan berkenan di mata Tuhan adalah manusia-manusia yang berdosa, yang sadar akan kesalahan yang diperbuatnya, yang tahu bahwa ia tidak sempurna, dan butuh pertolongan dan karunia, juga kasih Tuhan dalam menjalankan hidupnya. Itulah seharusnya seseorang menjadi.

Saturday 2 November 2013

Being Loved

Jadi ceritanya gua lagi iseng test "Love Language" gara-gara ide temen gua yang nyoba test ini juga. Jadi gua juga penasaran dan dia juga nyaranin gua buat coba. Akhirnya gua pun mencoba nya. Dan setelah gua coba gua mendapatkan dua hasil dengan poin yang sama, yaitu gua merasa lebih being loved dengan orang yang menyempatkan diri untuk gua, baik untuk meluangkan waktu buat gua maupun orang yang membantu gua dengan pekerjaan-pekerjaan gua. Dan begitupun juga gua. Gua rasa test ini cukup akurat dan gua memang begitu anaknya. Awalnya gua iseng dan test sekali lagi. Hasilnya ga beda jauh, cuma beda satu poin antara quality time dan act of services. Dan ini semakin meyakinkan diri gua.
Menurut gua, dengan sempatnya seseorang untuk meluangkan waktu nya buat gua, apalagi orang itu adalah orang yang sibuk dengan berbagai kegiatan dia tapi tetap menyempatkan waktu untuk gua, gua merasa special atau didahulukan setidaknya orang itu menganggap gua ada, ga sekedar cuma sebagai teman biasa aja. Itu yang membuat gua semakin merasa dicintai. Apalagi kalau orang itu mau membantu segala pekerjaan gua. Gausah segalanya, beberapa aja udah bersyukur banget. Tanda nya orang itu peduli dan sayang sama gua. Makanya dia mau membantu gua. ><)v
Dan gua udah punya orang-orang semacam itu :3 dan gua sayang banget sama mereka><

Quality Time

In Quality Time, nothing says “I love you” like full, undivided attention. Being there for this type of person is critical, but really being there—with the TV off, fork and knife down, and all chores and tasks on standby—makes you feel truly special and loved. Distractions, postponed activities, or the failure to listen can be especially hurtful. Whether itʼs spending uninterrupted time talking with someone else or doing activities
together, you deepen your connection with others through sharing time.

Acts of Service

Can helping with homework really
be an expression of love? Absolutely!
Anything you do to ease the burden of 

responsibilities weighing on an 
“Acts of Service” person will speak
volumes. The words he or she most 
wants to hear: “Let me do that for you.” 
Laziness, broken commitments, and 
making more work for them tell speakers
of this language their feelings don’t matter. 
When others serve you out of love 
(and not obligation), you feel truly valued and loved.