Monday 10 October 2016

Malaikat Kecil



Dia masih polos dan kecil. Tetapi dia tidak lemah.
Umurnya yang masih lima bulan 
Seharusnya tidak memungkinkan bagi dirinya
Untuk berdiri tegap
Tetapi kakinya berdiri dengan tangguh
Dia tidak terjatuh
Meski masih harus dengan bantuan 
Dia yang imut dan lucu ini,
Membuat hatiku luluh
Tat kala dia tersenyum
Senyumnya menghiasi wajah mungil dan bulatnya itu.
Tangannya tidak besar,
Tetapi pelukan hangat
Ketika dia tidur dalam pelukanku
Dialah malaikat kecilku.


Ibu panti asuhan disana seringkali memanggilku "Mama"-nya. 
Terkesan tua memang, tetapi memikul tanggung jawab yang besar.
Aku sadar aku belum pantas menyandang jabatan tersebut, tetapi darimu aku belajar.
Terima kasih atas satu tahun berharga ini😢
Cepat besar ya, sayang.
Aku disini menunggumu untuk mulai mengucapkan kata pertamamu. 💕





Dia genggam erat tanganku yang sama sekali tidak hangat.
Membuatku tenang dan damai. Sering kali aku merindukan dirinya.
Satu sampai dua minggu aku lewatkan tanpa dirinya terasa sungguh berat.
Terlebih ketika aku diberi kabar mengenai dirinya
Yang sudah semakin berkembang
Semakin bertumbuh besar
Dan juga semakin nakal
Kerinduanku padanya membuatku semakin merasa bahwa dia sungguh sempurna dan menggemaskan.
Dialah asset yang harus aku jaga hingga dia besar nanti. 



Aku dan teman-temanku seringkali berkunjung kesana.
Meskipun hanya sejenak, namun hati terasa tenang.
Melihat senyumannya dan tawanya.
Melihatnya semakin berkembang
Memeluknya dengan hangat, dan berbincang dengan malaikat kecilku yang bahkan belum mampu berbicara.
Dia sungguh unik bagiku.
Terbayang betapa tangguhnya dia ketika dia belum dapat merangkak tetapi sudah ngotot ingin berdiri.
Lucu, dan juga nakal. Namun kami sayang.💕
Jangan pergi jauh, dan jika memang nanti kamu harus pergi..
Ingatlah kami, nak. We'll miss you so much!

Dia hanyalah satu dari sekian banyak malaikat kecilku.
Dia merupakan satu dari dua yang paling ku kasihi dan ku anggap anakku.
Dia yang masih ada di dekatku.
Bayi pertamaku, yang ku anggap seperti anakku sendiri
Kini telah berbahagia dengan orang tua kandungnya
Bahkan aku tidak sempat mengucapkan selamat tinggal padanya.
Aku merindukanmu, Karen.
Aku mendoakanmu agar tetap bahagia hingga nantinya kita bertemu lagi.



"Indahnya hidup bukanlah ketika hartamu berlimpah, melainkan ketika kamu dikelilingi oleh orang-orang yang mengajarimu untuk bersyukur, mengasihi, dan berbagi."

•R•E•K•A•M• •J•E•J•A•K• 🐾

Ada rasa takut dalam raga ini.
Takut akan rekam jejak yang aku tinggalkan. 

Akankah rekam jejakku akan bermanfaat bagi orang lain?
Ataukah rekam jejak yang aku tinggalkan kian menjadi malapetaka?
Aku takut.
Ketika melihat bocah kecil 

Dia yang lemah karena penyakitnya 

Tetapi menguatkanku 

Hanya dengan senyuman hangat penuh harapannya.
Dia tidak menyerah karena kekurangannya. 

Dia tidak mengeluh karena kecacatan hidupnya. 

Dia semakin kuat karenanya.
Kini aku sadar, aku tak harus takut. 

Aku harus mencetak rekam jejak yang lebih baik.


___________________________________________________________

story behind

Kala itu, aku sedang melakukan kunjungan ke sebuah Panti Asuhan di daerah Surabaya Barat. Perjalanan yang cukup jauh itu cukup membuatku lelah, tetapi aku berusaha bertahan. Hari itu bukanlah hari yang cukup baik bagiku. Hari-hari sebelumnya cukup melelahkan bagiku sehingga membuat aku menjadi kurang bersemangat hari itu. ditambah pagi hari yang hujan membuatku semakin ingin tidur dan beristirahat di rumah. Setelah beberapa saat berkumpul, akhirnya kami memutuskan untuk berangkat ke Panti Asuhan tersebut. 

Setelah beberapa saat perjalanan, sampailah kami di tempat tersebut. Aku melihat keadaan sekeliling, tidak buruk, pikirku. Dibandingkan dengan Panti Asuhan yang biasa aku datangi setiap bulannya, aku merasa Panti Asuhan ini sudah sangat berkecukupan. Dimulai dari bangunan rumahnya saja aku sangat yakin bahwa mereka tidak kekurangan. Kemudian aku berjalan masuk. Interior rumahnya pun sudah cukup mewah dan sangat layak untuk dikatakan sebagai rumah hunian yang layak, hanya saja, mereka kurang memperhatikan kebersihan toilet dan pentingnya toilet dalam sebuah rumah.

Aku berjalan masuk ke dalam, melihat sekeliling rumah. Rumah itu sangat nyaman dan layak. Namun aku melihat kejanggalan dalam rumah itu ketika aku berjalan naik ke lantai dua dan menunggu keberlangsungan acara. Tidak seperti biasanya, kali ini aku duduk diam tidak banyak berbicara dan berbincang dengan anak-anak di Panti Asuhan tersebut. Entah kenapa aku tidak merasa nyaman, aku merasa itu kurang seperti keluarga. Atmosfir dan hawa ketegangan disana semakin memuncak ketika aku melihat anak-anak tersebut saling bertengkar dan memukul. Dengan keadaan rumah yang baik seperti itu, mereka tidak menggunakan keuntungan semacam itu untuk membangun sebuah keluarga yang tentram dan damai di dalamnya. Aku sangat sedih dan kecewa, tidak bermaksud menyalahkan pengurus panti tersebut, tetapi dengan keadaan semacam itu, bagaimana mereka tidak mendidik anak-anaknya menjadi lebih baik? Sikap dan sifat anak-anak disana sungguh mengecewakan dan membuatku semakin sedih. Aku sempat kecewa dengan anak-anak disana yang tidak menunjukkan respek mereka terhadap tamu dan terhadap orang yang lebih tua. Mereka tidak bersikap dengan baik, tidak mensyukuri pemberian orang, dan terlebih, sopan santun pun tidak tercermin dari dalam diri mereka. Saya sangat sedih sehingga saya cukup jelas menyatakan saya tidak mood berada dalam acara tersebut. Dengan jelas, saya menceritakan permasalahan saya pada teman saya. Namun ketika saya bercerita, ada sebuah pemandangan yang menjanggal di depanku. Aku sedih dan tertegun ketika seorang anak kecil yang kurus kering, mengidap polio, tidak mampu berjalan atau bahkan duduk. Untuk berpindah tempat saja dia harus menggulingkan badannya. Parahnya, dia bahkan tidak dapat mengunyah makanannya sendiri. Sungguh menyakitkan dan menyedihkan. Hatiku semakin sakit ketika aku menemukan bahwa dia agak terbully di Panti Asuhan tersebut. Dia mendapatkan perlakuan tidak layak karena dia lemah, namun dia tidak pernah memusuhi 'saudara'-nya. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam hatinya, apa yang ia pikirkan, namun sesekali aku melihatnya meneteskan air mata, tetapi ketika aku menghapus air matanya, dia tersenyum manis dan sangat ramah.

Ya.. dialah bocah kecil pengidap polio yang lemah secara fisik, namun kuat hatinya. Dialah si pecinta apel, yang sangat ingin merasakan nikmatnya buah apel, meskipun ia tidak dapat mengunyahnya. Dia, sang pemberi harapan dan semangat, hanya dengan senyumannya.

"Sometimes you need to keep strong, not only for yourself, but also for others. Your smile might not always change your mood or your feelings, but it changes someone else."

==^^==