Saturday 18 April 2015

Terlalu Lama Aku Pendam

Rasanya kegeramanku ini sudah tak dapat lagi aku tahan. Ingin sekali aku meluapkannya. Tetapi entah pada siapa.
Rasanya luka ini terkelupas lagi. Luka yang sudah hampir aku lupakan ini tergores lagi oleh karenanya. Sakit. Sungguh sakit. Perih rasanya.
Aku coba memulihkannya. Aku coba menyembuhkannya. Tetapi rasanya tak ada yang dapat menyembuhkan luka ini. Sungguh dalam. Sungguh sakit.
Ku rasakan sakitnya sampai ke pori-pori kulit terdalam. Tak lagi di epidermis. Tetapi lebih dalam lagi.
Rasanya sistem imunku ini sudah tak dapat menghancurkan dan membunuh bakteri dan virus yang melukai hatiku.
Terlambat sudah.

Bodoh, aku memang bodoh.
Membiarkan mereka masuk dalam kehidupan kami. Mengapa aku lakukan itu?
Sungguh, aku benar-benar telah merusak semuanya.
Seharusnya sekarang aku masih bersama mereka. Tertawa dan berbagi bersama.
Seharusnya aku masih memiliki kesempatan untuk menghapus semua kesedihan dan air matanya.
Seharusnya aku yang memberikan tissue dan pundakku untuk ia bersandar.
Tetapi keadaan telah berubah.
Bukan karena dia maupun mereka.
Tetapi karena diriku.

Bagaikan gelas yang pecah.
Angin yang bertiup.
Air mengalir.
Begitulah perbuatanku.
Sudah tak dapat ku kembalikan seperti sedia kala.
Kebodohanku ini sungguh tak dapat lagi aku toleransikan.
Kekeliruanku, kecerobohanku.
Tak seharusnya aku memberinya kesempatan untuk bersamamu.
Tak seharusnya aku membiarkan kalian semakin dekat dan berjalan perlahan pergi meninggalkanku
Tak seharusnya aku memberinya celah untuk mengambilmu dariku
Dari sisi dan pelukanku
Dari dekapanku
Dari tanganku

Tangan yang semula kau pegang erat
Tangan yang semula kau pakai tuk hapus pilumu
Tangan yang kau sandari ketika kau butuh sandaran
Tangan yang selalu berusaha ada untukmu
Tangan kini telah engkau campakkan begitu saja

Kemana engkau wahai sahabatku?
Bukankah dulu engkau pernah berjanji untuk selalu bersamaku?
Kemana sudah air mata kesedihanmu?
Yang semula kau pakai untuk menangisi kepergianku
Kemana semua kata-kata manismu untuk tak meninggalkanku?
Yang kau gunakan untuk menghiburku,
Kemana sudah kenangan yang kita miliki?
Apakah hubungan kita kini sudah tak bermakna?
Karena jarak yang memisahkan?
Atau karena intelejensi yang kita miliki tak sama?
Atau karena hobi dan kesenangan kita berbeda?
Sungguh hanya karena itu?
Sungguh miris hubungan ini.
Untuk apa kita membangun hubungan ini selama bertahun-tahun.
Beratus-ratus minggu kita lalui bersama.
Beribu-ribu hari kita jalani bersama.
Berjuta-juta menit penuh tawa dan kesedihan.
Berakhir dengan tahun-tahun kepahitan.
Yang kini hanya tinggal kenangan.
Atau hanya memori belaka?
Yang sudah hampir tak pernah kau ingat lagi.
Atau memang yang sudah terlupakan.

Selamat tinggal wahai kawan lama.
Semoga kalian berbahagia bersama.
Bersatu dalam segala kondisi.
Tak meninggalkan dan melupakan satu dengan yang lain.
Ku doakan yang terbaik untuk kalian.
Aku mengasihimu.


Puisi dan karangan ini dibuat untuk seseorang, hanya seseorang, dan didedikasikan kepada seseorang yang sangat amat ku kasihi dan sudah ku anggap seperti halnya saudaraku sendiri. Aku sadar aku sepatutnya tak semudah itu menyayangi orang itu, seperti dengan mudahnya ia melupakanku. Tetapi aku tak bisa berhenti menyayanginya, bahkan menganggapnya tak ada. Aku mengasihimu kawan. Tak peduli kau membacanya atau tidak. Tak peduli kau mengasihiku atau tidak. 

No comments:

Post a Comment