Sunday 6 April 2014

I am so sorry! #ShortStory #Part3

"Kamu kok gitu sih?", tanya Dennis kecewa.
"Apanya yang gitu? Kamu jangan berlebihan begitu kenapa sih?", bentak Fiona.

Siang hari itu semakin panas dengan adanya pertengkaran antara mereka. Enam bulan lagi mereka akan menikah, tetapi mereka malah bertengkar hebat. Padahal seharusnya mereka mendiskusikan banyak hal untuk pernikahan mereka. Fiona menangis. Dennis, yang seharusnya ada di samping Fiona, menghapus air mata yang membasahi pipinya, mengubah tangisan menjadi senyuman, pergi begitu saja meninggalkan Fiona yang sedang sedih hari itu.
Fiona berpikir panjang, apa yang telah ia lakukan kepada kekasihnya itu. Kesalahan besar seperti apa yang telah ia perbuat. "Dia sungguh berbeda hari ini.", ucap Fiona dalam hati. Fiona mengusap air matanya sendiri, kemudian bangkit.
"Liz, aku mau ke rumahmu sekarang. Stand by ya!", telfon Fiona kepada Elizabeth.

***

Sesampainya Fiona di rumah Elizabeth, Fiona langsung memeluknya dan menangis tersedu-sedu. "Lu kenapa Fi? Lu kesini sendirian? Cowok lu kemana?", tanya Elizabeth penasaran. Fiona tak dapat berhenti menangis. Dibawalah Fiona ke kamar Elizabeth dan dia berusaha untuk memberhentikan tangisan itu. 
"Ceritain ke gue Fi lu kenapa..Jangan diem gini terus dong.", bujuk Elizabeth.
"Ada masalah sama cowok lu, si Dennis itu?"
Fiona mengangguk.
"Dia kenapa? Dia nyakitin hati lu? Atau apa?"
"Enggak kok.. tadi gue ngisengin dia, terus dia langsung marah dan bentak gue. Terus dia ninggalin gue gitu aja waktu fitting baju pengantin."
"APAAA?!! KETERLALUAN BANGET ITU COWOK!", Elizabeth kesal.
"Bukan salah dia kok, Liz. Itu salah gue. Coba aja gue tau dia ga mau diisengin hari ini. Pasti gaakan terjadi hal seperti ini.", hibur Fiona.
"Jangan salahin diri lu sendiri Fi. Ini ga pure salah lu. Dia juga lebay ah baru diisengin gitu doang udah marah! Mau gua telfon si Jack terus nanya ada apa sama Dennis ga?", tanya Elizabeth.
"Boleh deh. Thank you ya Liz. Sorry repotin."
"Kita ini sahabat. Lu ga pernah repotin gue kok.", Elizabeth tersenyum manis.

***

Pembicaraan Jack dan Elizabeth di telfon tidak berbuah apapun. Jack pun tidak tahu apa yang terjadi dengan Dennis. Hari itu sungguh aneh. Fiona memutuskan untuk pulang dan menyiapkan makan malam dan mengantarkannya ke rumah tempat kos Dennis untuk makan malam bersama. Ia menyiapkan semuanya dengan sepenuh hati dan berharap Dennis akan memaafkannya.
Ting tong.. Ting tong..
Bel tempat kos Dennis pun berbunyi. Dennis keluar dan membukakan pintu untuk Fiona.
"Hai Fi", ujar Dennis dengan senyuman.
Fiona sungguh lega mendengar kalimat singkat itu.
"Ini, aku masak buat makan malam kamu. Aku minta maaf ya. Aku tahu aku salah.", Fiona memohon.
"Tidak apa-apa kok Fi.. Kamu gausah memikirkan hal itu lagi. Aku sudah memaafkan kamu kok.", muka Dennis berubah.
"Jangan bohong. Aku tahu kamu masih menyimpan perasaan yang tidak enak padaku kan? Maafkan perbuatanku tadi. Sungguh, aku memohon padamu.", ucap Fiona sedih.
"Kamu tidak perlu melakukan ini untukku. Sungguh, aku tidak apa. Kamu lebih baik pulang saja, ini sudah malam kan. Tidak baik untuk seorang gadis pulang malam.", nasihat Dennis.
"Ya, ya kamu betul sekali. Memang seharusnya aku pulang. Kamu benar."
Mata Fiona berkaca-kaca. Tak seharusnya dia melakukan hal itu untuk Dennis karena sia-sia. Fiona sungguh menyesal. Ia tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan untuk menebus kesalahannya pada Dennis.
Sesampainya di rumah, Fiona langsung mengambil handphone-nya dan mengirim pesan pada Dennis.
"Kamu jangan marah lagi sama aku. Aku sayang kamu. Please? Good night. I love you. Jangan lupa besok fitting baju pengantin ya :)"
Pesan sudah terkirim. Tak ada balasan apapun. Fiona menunggu berjam-jam, masih tak ada balasan apapun. Malam itu sungguh merupakan malam yang sungguh panjang untuknya. Hari yang seharusnya menjadi hari yang indah dan bahagia, berubah menjadi hari yang buruk. Mungkin hari terburuk yang pernah ada dalam hidupnya. Hingga larut malam, akhirnya Fiona tertidur. Tertidur bersama segala pikiran yang mengganggunya.
Sentak, ia terbangun. Tak disangkanya, ia memimpikan Dennis. Dennis benar-benar tak bisa hilang dalam ingatannya, pikirannya. Bagaimana mungkin mereka bertengkar hanya karena masalah kecil?

***

"Dennis, maafkan aku. Aku mohon, angkat telfonku.", gumam Fiona dalam kamar.
Dennis mengangkat telfonnya. Sungguh bahagia rasanya. Akhirnya mereka akan fitting bajupengantin bersama dan mereka pasti tidak akan diam-diaman seperti hari sebelumnya lagi, pikir Fiona.
Namun semua berubah saat mereka bertemu. Dennis diam. Diam seribu bahasa. Tak banyak yang ia ucapkan. Apapun yang dikatakan oleh Fiona selalu diiyakan olehnya agar tidak memancing keributan seperti yang biasa mereka lakukan. Padahal biasanya mereka selalu berargumen agar dapat saling menertawakan satu dengan yang lainnya. Namun, kali ini tidak. Fiona pun terdiam. Fiona takut. Sungguh takut. Apakah mungkin pernikahan itu akan dibatalkan? Ya, mungkin saja, pikirnya.
Dengan tergesa-gesa Fiona meminta pulang ke rumah dengan alasan sakit perut. Ia tak kuat melihat ketegangan yang terjadi antara mereka berdua. Sungguh menyakitkan. Ya, sakit sekali.

***

Beberapa hari berlalu, mereka masih dalam ketegangan yang sama. Fiona berusaha mencairkan suasan tegang itu dibantu dengan Elizabeth, tapi tak berguna. Sampai akhirnya, Dennis menelfon Fiona dan mengajaknya untuk bertemu.
"Maafkan aku.", ujar Dennis.
"Untuk apa?", jawab Fiona agak kesal.
"Untuk segalanya. Terutama beberapa hari ini. Mood-ku sedang tidak baik. Aku ada masalah yang belum dapat ku ceritakan. Tapi aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Kamu mau kan memaafkanku?"
Berat bagi Fiona untuk memaafkan Dennis. Setelah beberapa saat mereka mengobrol dan Dennis menceritakan segalanya, akhirnya mereka pun berbaikan dan kehidupan mereka berjalan seperti biasa.
Fiona pun sangat lega akhirnya mereka dapat berbaikan kembali, dan ketakutan akan kegagalan pernikahannya pun batal. Dennis pun bersyukur karena Fiona dapat mengerti keadaannya.


"When the word sorry means nothing, and what you did are worthless, believe that time will give you the answer of your problems." - @ViDarmalim ><

No comments:

Post a Comment