Monday 14 April 2014

LAFLAF! #ShortStory #2ndEdition

Tiga belas tahun lamanya mereka saling mengenal satu dengan yang lainnya. Tujuh tahun lamanya mereka terpisah satu sama lain. Enam tahun lamanya mereka selalu bersama. Empat tahun mereka hilang komunikasi satu dengan yang lainnya. Lost contact, mungkin itu nama elite-nya.
“Apakah dia masih mengingatku? Apakah dia masih ingat siapa aku? Apakah dia akan tetap seperti Tommy yang ku kenal dulu?”, pikir Vira dalam hatinya.
Hari-hari yang dia lewati selama liburan menjadi suram dan tidak jelas. Liburan yang seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi seorang pelajar SMA seperti dirinya berubah seketika. Entah apa yang ada di dalam benaknya. Entah apa yang membuatnya flashback pada masa lalunya itu.
“Aduh apaan sih ini! Otak gue kenapa deh! Errghhh! Move on, Vi! Move on! Lu udah ga di Medan lagi! Inget itu!”, gerutu Vira pada dirinya sendiri.
“Aaahh yaampun gue kenapa sih! Harusnya kan gue belajar fisika! Udah tau fisika susah! Malah beberapa hari lagi ulangan lagi. belum lagi ulangan-ulangan lainnya. Yaampun jadwal padet tapi otak gue malah kayak begini.”, gumam Vira sambil melihat kearah cermin di kamarnya itu.
Tampaknya itu bukan menjadi hal yang aneh lagi bagi Vira. Kebiasaan berpindah kota karena pekerjaan ayahnya itu membuat dia harus terpisah dengan banyak orang, terutama sahabat-sahabat yang ia sayangi itu. Gadis berambut ikal berwarna hitam, berdiri tegak di depan kaca, melamun dengan tatapan kosong. Apa yang ada di dalam pikirannya? Tentu saja bayangan akan sahabat-sahabatnya yang pernah ada dalam hidupnya. Sahabat yang selalu menemani dalam suka maupun duka. Sahabat yang menemani setiap moment gila, konyol, dan idiot yang dilalui bersama.
Masih teringat bayang-bayang itu. Wajah-wajah penuh senyuman. Wajah-wajah dengan air mata yang harus diusap dengan tangan halus seorang sahabat. Wajah-wajah kelelahan karena aktivitas yang dilalui bersama. Dan wajah itu takkan pernah terhapuskan dalam hidupnya.
“Gue kangen lu, Tom. Gue kangen waktu kita bareng. Gue kangen waktu gue nangis karena keisengan yang lu bikin. Gue kangen waktu gua sedih dan galau dan lu yang ada buat gue. Gue kangen waktu kita hang out bareng temen-temen lain dan we really enjoy it.”, Vira menangis.
“Kenapa kita harus pisah sih? Kenapa kita bisa hilang contact gitu aja? Kenapa lu ga pernah nyariin gue sama sekali? Apa lu udah lupa sama gue? Segampang itukah lu lupain semua kenangan kita bersama?”
Semakin Vira menggerutu semakin deras juga tangisan yang membasahi pipinya itu. Belum lagi kenangan-kenangan lain bersama teman-teman lainnya itu. Vira, gadis manis yang terkenal dengan ke-tomboy-annya itu memang lebih banyak bergaul dengan banyak pria. Namun ia juga masih memiliki teman-teman wanita lainnya. Faula, Sherine, Catherine,  Felizha, Melyana, Putri, Monica, Tania, Petricella, Stella, dan masih banyak nama yang tak tersebutkan. Terlalu banyak orang yang berarti bagi dirinya. Tetapi, bayangan Tommy dan segala keisengan yang dia lakukan tak luput dari ingatan Vira.
“Tau ah, capek gue. Kebanyakan berharap ini mah namanya. Takut di-PHP-in diri sendiri ah. Mau sampe kapan hidup dalam harapan dan bayangan masa lalu terus? Hufftt”
Diambilnya tas yang berisi ponsel dan dompetnya itu, dinyalakannya sepeda motor yang terparkir tepat di depan rumahnya, dan Vira pun berangkat. Beberapa saat ia berkeliling mengelilingi perumahan tempat ia tinggali itu, dan berhentilah ia di tepi danau. Bengong, melamun, sambil mengingat kenangan masa lampaunya. Terdengar suara anak-anak kecil berlarian bersama hewan peliharaannya. Balita-balita belajar berjalan dan naik sepeda. Remaja-remaja sepantarannya bermain basket. Namun semua itu tak memalingkan sedikitpun fokusnya terhadap masa lampaunya.  Masa-masa yang masih membebani pikirannya saat itu.
“Percuma juga gue nge-stalkiing temen-temen gue dari zaman bahala sampe sekarang, masih aja ga ketemu account lu, Tom. Lu itu gaptek atau apa sih?! Heran gue! Twitter ga punya, instragram ga punya, facebook jarang dibuka, line lu gajelas id-nya apa. Ngeselin banget sih lu jadi cowok! Errghh! Heran gue kenapa gue bisa punya temen ngeselin kayak lu!”, lagi-lagi Vira mengomel.
“Ngeselin tapi lu sayang juga kan sama dia?”
Suara itu sentak mengagetkan Vira.  Lamunan seketika terhenti.
“Jas! Gila kurang ajar lu ngagetin gue! Tau darimana lu gue disini?”, Vira bangkit dari batu besar yang ia duduki, kemudian mengejar Jason yang mengagetkannya saat itu.
“Ehh udah ah, Vi, gue capek lari-larian. Kenapa lu bengong disini sendirian?”, Tanya Jason sambil memegang tangan Vira agar tidak memukulnya.
“Gapapa kok Jas. Hehe. Sini lu cerita kenapa lu bisa tau gue disini!”
“Taulah! Jason gituloh! Hahahaa”
“Ah licik lu ketawa-ketawa kayak begitu! Seriusan!”
“Yaelah kita kayak baru kenal sehari aja Vi! Kalau lu lagi gaada di rumah dan gaada yang tau lu kemana dan lu tiba-tiba ga bales chat gue di kala penting gini ya kemana lagi selain ke tempat ini? dan kenapa lagi kalau bukan sedih?”
“Waaa you know me so well Jas!  Hahahaha”
“Lebay ah lu Vi!”
“Ah ga seneng aja lu Jas!”
“Eh btw anyway busway nih ya, lu kenapa sedih? Jahat lu, ga story-story ke gue! Wooo”, ledek Jason sambil menoel kepala Vira.
“Sorry dory strawberry blueberry don’t worry coy~ gue ga kenapa-kenapa kok, Cuma kangen temen lama aja.”
“Loh kan udah ada gue, cowok paling ganteng, keren, unyu, cool sejagad raya alam semesta ini. Ngapain kangen lagi?”, hibur Jason .
“Aduh pede banget sih lu Jas! Gue jitak nih lu! Sok keren banget sih jadi cowok! Hii geli deh gue.”, Vira memukul pundak Jason .
“Iya deh iyaa~ hahaha seriusan nih lu kenapa? Kangen temen lama yang di Medan atau yang dimana lagi? Cupcupcupp~”
“Heh! Lu kira gue anak kecil apa pake cupcupcup segala hahaha~ iya gue kangen temen-temen gue yang di Medan. Kangen banget. Ga boong, ciyus, cumpah, enelan, miapapun deh.”
“Alay ah lu jelek!”, Jason menepuk jidat Vira.
“Heh tepok tepok jidat! Nanti gue jenong gimana? Sini lu! Gue tepok balik!”
Jason , pria yang selama ini selalu menemani Vira saat Vira sedih, saat Tommy masih dalam bayangan Vira. Meskipun Jason pria yang iseng, tapi Jason-lah yang paling mengenal Vira, Jason yang paling tahu bagaimana membuat senyuman Vira kembali lagi seperti sedia kala. Tak jarang gossip antara mereka berdua dilontarkan. Tetapi mereka mengabaikannya. Bagi mereka, yang penting mereka bahagia dan yang penting mereka nyaman dengan hubungan mereka.
“Nah gitu dong Vi, senyum lagi, kan lebih enak dilihatnya!”, ledek Jason .
“Makasihh>< imut kan gue? Makin cantik, unyu-unyu, pasti lu langsung nge-fans sama gue! Ya ga? Ngaku aje luuuu!”
“Helloo?! Gue?! Nge-fans?! Sama lu?! Oh My God! Oh My No! Oh My Wow! Ga mungkin keles!”
“Ga seneng aja lu ah! Jelek dasar!”
“Tuh kan manyun lagi, dasar jelek lu Vii! Gue jejelin lumpur nih ke mulut lu biar ga bisa manyun lagi!”
“Tuh kan jahat lagi sama gue! Cowok macem apa luu?! Tega-teganya menyakiti wanita yang imut nan cantik ini.”
“Tau ga Vi, gue pengen muntah denger kalimat lu barusan! WAKAKAKAKA”, Jason meledek Vira, kemudian lari secepat yang ia bisa.
“HEH jangan lari lu! Sini balik! Mentang-mentang gue ga bisa lari terus lu striker futsal bukan berarti lu bisa kerjain gue dengan cara lari-larian gini yaa!!”, teriak Vira kesal.
“Tau ah gue capek! Sana lari sejauh mungkin! Gausa balik lagiii!!”
Vira yang kala itu sedang lelah kemudian memilih untuk duduk diatas batu besar dibawah pohon rindang di tepi danau itu dan duduk menunggu sendiri.
“Ah elah kemana sih itu anak. Keterusan lari atau apa deh. Ampun dah gue. Capek gue nungguinnya.”
Beberapa saat Vira menunggu datangnya Jason , tetapi ia tak kunjung juga kembali. Kemanakah dia pergi? Danau ini terlalu luas untuk dikelilingi seorang gadis sendirian. Vira masih memilih untuk menunggu. Tiba-tiba ada yang menutup mata Vira dari belakang, dan karena kaget, Vira pun berteriak.
“AAAAA!!! SIAPA NIH?!”
“Ah tomboy tapi cempreng teriakan lu. Gimana sih. Cewek-cewek.. ckckck”
“Aduh ga seneng aja manusia satu ini. Namanya juga cewek unyu~”, ucap Vira kepedean sambil memukul badan Jason sepuasnya.
“Aduh aduh! Sakit jeleeekkk”
“Biarin aja! Emangnya enak kerjain gue! Sini lu, belum puas gue mukulin luuu”
“Bwee! Uda ga bisa mukul gue lagi kan lu! Tangan lu uda gue tahan! Ayo sini temenin gue belajar aja!  Ajarin gue sini!”
“Heh lepasin tangan gue! Ah sakiitt”
“Bilang iya dulu baru gua lepasin. Katanya tomboy, tapi kok gini aja kesakitan.”
“Iyaiyaa! Uhhh”
“Yaudah ayok, ke food court deket rumah lu aja, biar cepet. Gue udah bawa bukunya nih.”
“Iya bawel!”
Kemudian mereka pun belajar sambil makan bersama. Terkadang pun diselingi dengan canda tawa dan sedikit guyonan agar tidak membosankan. Setelah beberapa jam mereka belajar bersama, akhirnya mereka selesai dan sangat lega.
“Makasih ya cewek tomboy sejagad raya yang ga bisa dandan sedikit pun, sudah berbaik hati mau ngajarin cowok sekeren gue ini.”, ujar Jason .
“I don’t know what I am going to say, but this is so fitnah!”, Vira tidak terima.
“Inggris macem apaan itu Vi. Elite dikit kenapa deh inggris lu.”
“Tuh kan bawel banget. Kenapa sih jadi cowok bawel banget. Euw~”
“Eh eh eh!!”
“Apa apa?”
“Gapapa.”, Jason tersenyum.
“IIHH kenapa sihh?!”
“Itu rambut lu berantakan Vira-ku sayang yang unyu-nya sejagad raya tiada tara, sini gua benerin rambut lu dulu.”
Vira terdiam. Ia kehabisan kata-kata. Dibiarkannya Jason membenahi rambutnya yang menurutnya berantakan itu.
“Nah, kalau udah dibenerin kan jadi makin unyu. Ya ga?”
“Apaan sih lu Jas? Lebay deh. Mau rapi mau berantakan gua tetap unyu kok”
“Aduh males deh ya muji cewek kayak lu, baru dipuji dikit aja uda keterusan. Eh ayo pulang.”
Mereka pun berberes-beres kemudian pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah, Vira yang kelelahan pun akhirnya tertidur begitu saja. Keesokkan paginya, ia pun segera bersiap untuk ke sekolah kembali karena liburannya telah usai.
“Eh kebo! Kemana aja lu kemaren?”
“Umm..Hehehe ketiduran”
“Gausah sok nyengir deh, udah gendut makin gendut lu, tidur mulu!”
“Manusia butuh istirahat yang cukup broh~”
“Iya deh iya, ngalah aja gue sama lu. Ayo masuk kelas bareng”
“Lu kesambet malaikat surgawi ya Jas? Kok tumben dari beberapa hari yang lalu lu baik sama gue?”
“Loh? Emang gue pernah jahat sama lu? Ga pernah kali~ lu aja yang negative thinking terus sama gue.”
“Ah yasudahlah, yuk capcus.”, Vira berusaha melupakan.
Vira memang terkenal cuek dan tidak peduli. Tetapi sekali ia peduli dengan teman dan sahabatnya, ia akan terus memperdulikan mereka. Sudah tak diherankan lagi jika Vira lebih banyak bergaul dengan Jason dan teman-temannya. Vira juga dikenal dengan ke-tomboy-annya. Ia memang tak banyak menunjukkan. Tetapi ia berbeda dengan gadis-gadis lain sepantarannya. Ia bahkan tak tahu bagaimana cara merias wajah, cara berpakaian feminism dan girly. Baginya, yang terpenting adalah harga dirinya tidak dijatuhkan oleh orang lain saja sudah harus disyukuri.
Beberapa hari ini Jason tampak berbeda. Ia menjadi pribadi seseorang  yang sangat mengalah dan meluangkan banyak waktunya untuk menghibur Vira. Tidak seperti biasanya. Padahal Jason terkenal dengan hobi bermain game, basket, dan futsalnya. Bahkan jarang sekali mereka bisa bersama setelah pulang sekolah. Pada awalnya Vira tidak menyadarinya. Namun lama kelamaan Vira sadar akan perubahan yang terjadi pada sahabatnya itu.
“Lu kenapa sih Jas? Kok aneh?”, Tanya Vira curiga.
“Hah? Aneh apanya? Lebay ah lu Vi”, Jason menjawab sambil kebingungan.
“Beneran Jas, jujur. Lu ada masalah? Kok ga cerita ke gue?”, Vira membujuk lagi.
“Umm..cerita ga yaa”, ledek Jason .
“Tuh kan mulai lagi jahatnya, pelit cerita ah lu. Tega lu tegaaa”, Vira memanyunkan bibirnya.
“Eh jelek ah, jangan gitu. Hahaha”
“Makanya cerita!”
“Jadi gini, gue suka sama satu cewek. Baik banget sih anaknya menurut gue. Cantik lagi. Terus dia anaknya smart gitu. Dan ga banyak macem. Kalau lagi ngambek sama gue, dia imut banget. Makanya gue suka ledekin sama isengin dia. Pokoknya gue nyaman banget bisa deket sama dia. Makanya akhir-akhir ini gue spend waktu gue buat dia terus. Karena gue sayang sama dia. Dan gue gamau kehilangan dia. Gue juga gamau liat dia sedih.”
“Gile! Itu gue banget! Cantik imut unyu smart lagi! Wakakakak kidding kidding! By the way anyway busway, namanya siapa bro?”, Vira tertawa sambil melet.
“Vira. Ya, itu lu.”
“Ga lucu men! Becandaan lu jelek tingkat tinggi. Level rendahan lu! Lagi serius gini malah becanda.”, Vira marah.
“Gue serius Vi, ngapain gue boong? Gue sayang sama lu. Lu cewek unik bagi gue. Sahabat yang ngertiin gue banget. Lu tau kenapa gue berani ngomong gini ke lu?”
“Kenapa?”, Tanya Vira sinis.
“Karena hari ini juga, gue mau izin sama lu. Gue mau pergi ke Australia untuk lanjutin sekolah gue. Gue mau pergi bawa cinta gue ini. gue janji gue bakalan balik lagi kesini. Dan gue berharap lu nungguin gue. Gue janji kita gaakan lost contact. Gue janji gue akan tetep ada buat lu. Gue janji gue gaakan kayak sahabat lu yang sekarang lost contact sama lu.”
“Lu jahat Jas. Kenapa lu ninggalin gue?”, Vira menangis.
“Vii please jangan nangis. Gue sayang sama lu. Please ngertiin keadaan gue. Gue juga gamau pisah sama lu. Tapi mau gimana lagi. ini udah takdir. Kayak dulu lu pindah kesini. Itujuga bukan karena kehendak lu kan? Inget Vi, zaman udah canggih. Kita punya banyak social media yang bisa menghubungkan kita berdua, sejauh apapun jaraknya. Kalau lu ada apa-apa tell me ya? Promise me.”
“Iyaa.. hiks hiks”, Vira masih menangis tersedu-sedu tidak dapat menerima kenyataan akan perpisahan ini.
“Wanna have a hug?”, Jason membuka lebar lengannya.
Vira mengangguk.
“Jangan pernah lupain gue. Jangan pernah lupain kenangan kita. Walaupun lu ngeselin, nyebelin, jelek, bawel, iseng, tapi you know how to treat me well. Even sometimes we fight, but you know how to make it back to usual. Lu tau cara bikin gue nyaman. Lu tahu cara bikin gue lupa sama masalah gue dan segala kesedihan gue.”, Vira memeluk Jason kencang.
“Iya Vi. I promise. I owe you.”
Jason mengusap air mata yang bercucuran di pipi chubby Vira. Kemudian bertindak konyol.
“LAFLAF! Ayo senyum”, Jason mengucapkan kata yang paling sering diucapkan Vira saat sedang bertingkah konyol, kemudian memeragakan gaya tangan membentuk hati diatas kepalanya. Seketika tangisan Vira berubah menjadi senyuman yang lebar.
“Nah begitu dong, makin sayang dah gue sama lu Vii”
“Gue kan ngangenin dan imut imut lucu unyu unyu, pasti banyak yang sayang. Ya kan ya kan?”
“Iyadeh iya, biar seneng~ eh tapi kalau gitu saingan gue buat dapetin lu nanti makin banyak dong?”, ledek Jason .
“Ih apaan sih lu Jas? Dasar jelek nyebelin! Ayo ah pulang aja, I miss my foods. Laper nih.”
“Dasar gendut, makan mulu lu.”
“Gendut tapi lu suka juga kan? Gausah ngeledek kalau gitu. Bweee “
Hari-hari terakhir keberadaan Jason di Indonesia pun mereka lewati bersama. Canda tawa dan berbagai lelucon dilontarkan. Sampai akhirnya Jason harus pergi meninggalkannya.
“Jas, ini ada kenang-kenangan buat lu. Semoga lu tetep inget gue, dan inget janji kita.”
“Pasti Vi. Lu juga harus inget janji kita. Dan jangan lupa janji lu untuk tetap jadi cewek yang strong. Gue yakin lu pasti bisa kok. Lu cewek yang paling tangguh dan hard working yang pernah gue temuin. Wait for me ya! Gue pergi dulu. See ya!”
“Bye Jas! Inget ngabarin ya!”, mata Vira berkaca-kaca.
“Iya jelek! Laflaf! Hahaha”
“Laflaf jugaa >.<”
Dan sejak saat itu, Vira dan Jason hanya dapat saling berhubungan melalui social media. Sesekali mereka menelfon untuk mendengar suara masing-masing dan bercerita akan banyak hal. Mereka saling menunggu. Menunggu untuk bisa bersama kembali. Menunggu untuk melepas kerinduan. Menunggu itu sulit. Menunggu itu membosankan. Menunggu itu sabar. Menunggu itu penantian. Tetapi dari menunggu itulah kita belajar banyak hal.

“Terkadang tidak semua hal akan indah di waktu yang kita inginkan. Tetapi percayalah, bahwa kebahagiaan memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan dirinya dengan cara yang indah, bahkan lebih indah dibanding yang kita bayangkan.” - @ViDarmalim


2 comments: