Tiga belas tahun lamanya mereka saling mengenal satu dengan
yang lainnya. Tujuh tahun lamanya mereka terpisah satu sama lain. Enam tahun
lamanya mereka selalu bersama. Empat tahun mereka hilang komunikasi satu dengan
yang lainnya. Lost contact, mungkin itu nama elite-nya.
“Apakah dia masih mengingatku? Apakah dia masih ingat siapa
aku? Apakah dia akan tetap seperti Tommy yang ku kenal dulu?”, pikir Vira dalam
hatinya.
Hari-hari yang dia lewati selama liburan menjadi suram dan
tidak jelas. Liburan yang seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi
seorang pelajar SMA seperti dirinya berubah seketika. Entah apa yang ada di
dalam benaknya. Entah apa yang membuatnya flashback pada masa lalunya itu.
“Aduh apaan sih ini! Otak gue kenapa deh! Errghhh! Move on,
Vi! Move on! Lu udah ga di Medan lagi! Inget itu!”, gerutu Vira pada dirinya
sendiri.
“Aaahh yaampun gue kenapa sih! Harusnya kan gue belajar
fisika! Udah tau fisika susah! Malah beberapa hari lagi ulangan lagi. belum
lagi ulangan-ulangan lainnya. Yaampun jadwal padet tapi otak gue malah kayak
begini.”, gumam Vira sambil melihat kearah cermin di kamarnya itu.
Tampaknya itu bukan menjadi hal yang aneh lagi bagi Vira.
Kebiasaan berpindah kota karena pekerjaan ayahnya itu membuat dia harus
terpisah dengan banyak orang, terutama sahabat-sahabat yang ia sayangi itu.
Gadis berambut ikal berwarna hitam, berdiri tegak di depan kaca, melamun dengan
tatapan kosong. Apa yang ada di dalam pikirannya? Tentu saja bayangan akan
sahabat-sahabatnya yang pernah ada dalam hidupnya. Sahabat yang selalu menemani
dalam suka maupun duka. Sahabat yang menemani setiap moment gila, konyol, dan
idiot yang dilalui bersama.
Masih teringat bayang-bayang itu. Wajah-wajah penuh
senyuman. Wajah-wajah dengan air mata yang harus diusap dengan tangan halus
seorang sahabat. Wajah-wajah kelelahan karena aktivitas yang dilalui bersama.
Dan wajah itu takkan pernah terhapuskan dalam hidupnya.
“Gue kangen lu, Tom. Gue kangen waktu kita bareng. Gue
kangen waktu gue nangis karena keisengan yang lu bikin. Gue kangen waktu gua
sedih dan galau dan lu yang ada buat gue. Gue kangen waktu kita hang out bareng
temen-temen lain dan we really enjoy it.”, Vira menangis.
“Kenapa kita harus pisah sih? Kenapa kita bisa hilang
contact gitu aja? Kenapa lu ga pernah nyariin gue sama sekali? Apa lu udah lupa
sama gue? Segampang itukah lu lupain semua kenangan kita bersama?”
Semakin Vira menggerutu semakin deras juga tangisan yang
membasahi pipinya itu. Belum lagi kenangan-kenangan lain bersama teman-teman
lainnya itu. Vira, gadis manis yang terkenal dengan ke-tomboy-annya itu memang
lebih banyak bergaul dengan banyak pria. Namun ia juga masih memiliki
teman-teman wanita lainnya. Faula, Sherine, Catherine, Felizha, Melyana, Putri, Monica, Tania,
Petricella, Stella, dan masih banyak nama yang tak tersebutkan. Terlalu banyak
orang yang berarti bagi dirinya. Tetapi, bayangan Tommy dan segala keisengan
yang dia lakukan tak luput dari ingatan Vira.
“Tau ah, capek gue. Kebanyakan berharap ini mah namanya.
Takut di-PHP-in diri sendiri ah. Mau sampe kapan hidup dalam harapan dan
bayangan masa lalu terus? Hufftt”
Diambilnya tas yang berisi ponsel dan dompetnya itu,
dinyalakannya sepeda motor yang terparkir tepat di depan rumahnya, dan Vira pun
berangkat. Beberapa saat ia berkeliling mengelilingi perumahan tempat ia
tinggali itu, dan berhentilah ia di tepi danau. Bengong, melamun, sambil
mengingat kenangan masa lampaunya. Terdengar suara anak-anak kecil berlarian
bersama hewan peliharaannya. Balita-balita belajar berjalan dan naik sepeda.
Remaja-remaja sepantarannya bermain basket. Namun semua itu tak memalingkan
sedikitpun fokusnya terhadap masa lampaunya.
Masa-masa yang masih membebani pikirannya saat itu.
“Percuma juga gue nge-stalkiing temen-temen gue dari zaman
bahala sampe sekarang, masih aja ga ketemu account lu, Tom. Lu itu gaptek atau
apa sih?! Heran gue! Twitter ga punya, instragram ga punya, facebook jarang
dibuka, line lu gajelas id-nya apa. Ngeselin banget sih lu jadi cowok! Errghh!
Heran gue kenapa gue bisa punya temen ngeselin kayak lu!”, lagi-lagi Vira
mengomel.
“Ngeselin tapi lu sayang juga kan sama dia?”
Suara itu sentak mengagetkan Vira. Lamunan seketika terhenti.
“Jas! Gila kurang ajar lu ngagetin gue! Tau darimana lu gue
disini?”, Vira bangkit dari batu besar yang ia duduki, kemudian mengejar Jason yang mengagetkannya saat itu.
“Ehh udah ah, Vi, gue capek lari-larian. Kenapa lu bengong
disini sendirian?”, Tanya Jason sambil memegang tangan Vira agar tidak
memukulnya.
“Gapapa kok Jas. Hehe. Sini lu cerita kenapa lu bisa tau gue
disini!”
“Taulah! Jason gituloh! Hahahaa”
“Ah licik lu ketawa-ketawa kayak begitu! Seriusan!”
“Yaelah kita kayak baru kenal sehari aja Vi! Kalau lu lagi
gaada di rumah dan gaada yang tau lu kemana dan lu tiba-tiba ga bales chat gue
di kala penting gini ya kemana lagi selain ke tempat ini? dan kenapa lagi kalau
bukan sedih?”
“Waaa you know me so well Jas! Hahahaha”
“Lebay ah lu Vi!”
“Ah ga seneng aja lu Jas!”
“Eh btw anyway busway nih ya, lu kenapa sedih? Jahat lu, ga
story-story ke gue! Wooo”, ledek Jason sambil menoel kepala Vira.
“Sorry dory strawberry blueberry don’t worry coy~ gue ga
kenapa-kenapa kok, Cuma kangen temen lama aja.”
“Loh kan udah ada gue, cowok paling ganteng, keren, unyu,
cool sejagad raya alam semesta ini. Ngapain kangen lagi?”, hibur Jason .
“Aduh pede banget sih lu Jas! Gue jitak nih lu! Sok keren
banget sih jadi cowok! Hii geli deh gue.”, Vira memukul pundak Jason .
“Iya deh iyaa~ hahaha seriusan nih lu kenapa? Kangen temen
lama yang di Medan atau yang dimana lagi? Cupcupcupp~”
“Heh! Lu kira gue anak kecil apa pake cupcupcup segala
hahaha~ iya gue kangen temen-temen gue yang di Medan. Kangen banget. Ga boong,
ciyus, cumpah, enelan, miapapun deh.”
“Alay ah lu jelek!”, Jason menepuk jidat Vira.
“Heh tepok tepok jidat! Nanti gue jenong gimana? Sini lu!
Gue tepok balik!”
Jason , pria yang selama ini selalu menemani Vira saat Vira
sedih, saat Tommy masih dalam bayangan Vira. Meskipun Jason pria yang iseng,
tapi Jason-lah yang paling mengenal Vira, Jason yang paling tahu bagaimana membuat
senyuman Vira kembali lagi seperti sedia kala. Tak jarang gossip antara mereka
berdua dilontarkan. Tetapi mereka mengabaikannya. Bagi mereka, yang penting mereka
bahagia dan yang penting mereka nyaman dengan hubungan mereka.
“Nah gitu dong Vi, senyum lagi, kan lebih enak dilihatnya!”,
ledek Jason .
“Makasihh>< imut kan gue? Makin cantik, unyu-unyu,
pasti lu langsung nge-fans sama gue! Ya ga? Ngaku aje luuuu!”
“Helloo?! Gue?! Nge-fans?! Sama lu?! Oh My God! Oh My No! Oh
My Wow! Ga mungkin keles!”
“Ga seneng aja lu ah! Jelek dasar!”
“Tuh kan manyun lagi, dasar jelek lu Vii! Gue jejelin lumpur
nih ke mulut lu biar ga bisa manyun lagi!”
“Tuh kan jahat lagi sama gue! Cowok macem apa luu?!
Tega-teganya menyakiti wanita yang imut nan cantik ini.”
“Tau ga Vi, gue pengen muntah denger kalimat lu barusan!
WAKAKAKAKA”, Jason meledek Vira, kemudian lari secepat yang ia bisa.
“HEH jangan lari lu! Sini balik! Mentang-mentang gue ga bisa
lari terus lu striker futsal bukan berarti lu bisa kerjain gue dengan cara
lari-larian gini yaa!!”, teriak Vira kesal.
“Tau ah gue capek! Sana lari sejauh mungkin! Gausa balik
lagiii!!”
Vira yang kala itu sedang lelah kemudian memilih untuk duduk
diatas batu besar dibawah pohon rindang di tepi danau itu dan duduk menunggu
sendiri.
“Ah elah kemana sih itu anak. Keterusan lari atau apa deh.
Ampun dah gue. Capek gue nungguinnya.”
Beberapa saat Vira menunggu datangnya Jason , tetapi ia tak
kunjung juga kembali. Kemanakah dia pergi? Danau ini terlalu luas untuk
dikelilingi seorang gadis sendirian. Vira masih memilih untuk menunggu.
Tiba-tiba ada yang menutup mata Vira dari belakang, dan karena kaget, Vira pun
berteriak.
“AAAAA!!! SIAPA NIH?!”
“Ah tomboy tapi cempreng teriakan lu. Gimana sih.
Cewek-cewek.. ckckck”
“Aduh ga seneng aja manusia satu ini. Namanya juga cewek
unyu~”, ucap Vira kepedean sambil memukul badan Jason sepuasnya.
“Aduh aduh! Sakit jeleeekkk”
“Biarin aja! Emangnya enak kerjain gue! Sini lu, belum puas
gue mukulin luuu”
“Bwee! Uda ga bisa mukul gue lagi kan lu! Tangan lu uda gue
tahan! Ayo sini temenin gue belajar aja!
Ajarin gue sini!”
“Heh lepasin tangan gue! Ah sakiitt”
“Bilang iya dulu baru gua lepasin. Katanya tomboy, tapi kok
gini aja kesakitan.”
“Iyaiyaa! Uhhh”
“Yaudah ayok, ke food court deket rumah lu aja, biar cepet.
Gue udah bawa bukunya nih.”
“Iya bawel!”
Kemudian mereka pun belajar sambil makan bersama. Terkadang
pun diselingi dengan canda tawa dan sedikit guyonan agar tidak membosankan.
Setelah beberapa jam mereka belajar bersama, akhirnya mereka selesai dan sangat
lega.
“Makasih ya cewek tomboy sejagad raya yang ga bisa dandan
sedikit pun, sudah berbaik hati mau ngajarin cowok sekeren gue ini.”, ujar Jason .
“I don’t know what I am going to say, but this is so
fitnah!”, Vira tidak terima.
“Inggris macem apaan itu Vi. Elite dikit kenapa deh inggris
lu.”
“Tuh kan bawel banget. Kenapa sih jadi cowok bawel banget.
Euw~”
“Eh eh eh!!”
“Apa apa?”
“Gapapa.”, Jason tersenyum.
“IIHH kenapa sihh?!”
“Itu rambut lu berantakan Vira-ku sayang yang unyu-nya
sejagad raya tiada tara, sini gua benerin rambut lu dulu.”
Vira terdiam. Ia kehabisan kata-kata. Dibiarkannya Jason membenahi rambutnya yang menurutnya berantakan itu.
“Nah, kalau udah dibenerin kan jadi makin unyu. Ya ga?”
“Apaan sih lu Jas? Lebay deh. Mau rapi mau berantakan gua
tetap unyu kok”
“Aduh males deh ya muji cewek kayak lu, baru dipuji dikit
aja uda keterusan. Eh ayo pulang.”
Mereka pun berberes-beres kemudian pulang ke rumah
masing-masing. Sesampainya di rumah, Vira yang kelelahan pun akhirnya tertidur
begitu saja. Keesokkan paginya, ia pun segera bersiap untuk ke sekolah kembali
karena liburannya telah usai.
“Eh kebo! Kemana aja lu kemaren?”
“Umm..Hehehe ketiduran”
“Gausah sok nyengir deh, udah gendut makin gendut lu, tidur
mulu!”
“Manusia butuh istirahat yang cukup broh~”
“Iya deh iya, ngalah aja gue sama lu. Ayo masuk kelas
bareng”
“Lu kesambet malaikat surgawi ya Jas? Kok tumben dari
beberapa hari yang lalu lu baik sama gue?”
“Loh? Emang gue pernah jahat sama lu? Ga pernah kali~ lu aja
yang negative thinking terus sama gue.”
“Ah yasudahlah, yuk capcus.”, Vira berusaha melupakan.
Vira memang terkenal cuek dan tidak peduli. Tetapi sekali ia
peduli dengan teman dan sahabatnya, ia akan terus memperdulikan mereka. Sudah
tak diherankan lagi jika Vira lebih banyak bergaul dengan Jason dan
teman-temannya. Vira juga dikenal dengan ke-tomboy-annya. Ia memang tak banyak
menunjukkan. Tetapi ia berbeda dengan gadis-gadis lain sepantarannya. Ia bahkan
tak tahu bagaimana cara merias wajah, cara berpakaian feminism dan girly. Baginya,
yang terpenting adalah harga dirinya tidak dijatuhkan oleh orang lain saja
sudah harus disyukuri.
Beberapa hari ini Jason tampak berbeda. Ia menjadi pribadi
seseorang yang sangat mengalah dan
meluangkan banyak waktunya untuk menghibur Vira. Tidak seperti biasanya.
Padahal Jason terkenal dengan hobi bermain game, basket, dan futsalnya. Bahkan
jarang sekali mereka bisa bersama setelah pulang sekolah. Pada awalnya Vira
tidak menyadarinya. Namun lama kelamaan Vira sadar akan perubahan yang terjadi
pada sahabatnya itu.
“Lu kenapa sih Jas? Kok aneh?”, Tanya Vira curiga.
“Hah? Aneh apanya? Lebay ah lu Vi”, Jason menjawab sambil
kebingungan.
“Beneran Jas, jujur. Lu ada masalah? Kok ga cerita ke gue?”,
Vira membujuk lagi.
“Umm..cerita ga yaa”, ledek Jason .
“Tuh kan mulai lagi jahatnya, pelit cerita ah lu. Tega lu
tegaaa”, Vira memanyunkan bibirnya.
“Eh jelek ah, jangan gitu. Hahaha”
“Makanya cerita!”
“Jadi gini, gue suka sama satu cewek. Baik banget sih
anaknya menurut gue. Cantik lagi. Terus dia anaknya smart gitu. Dan ga banyak
macem. Kalau lagi ngambek sama gue, dia imut banget. Makanya gue suka ledekin
sama isengin dia. Pokoknya gue nyaman banget bisa deket sama dia. Makanya
akhir-akhir ini gue spend waktu gue buat dia terus. Karena gue sayang sama dia.
Dan gue gamau kehilangan dia. Gue juga gamau liat dia sedih.”
“Gile! Itu gue banget! Cantik imut unyu smart lagi!
Wakakakak kidding kidding! By the way anyway busway, namanya siapa bro?”, Vira
tertawa sambil melet.
“Vira. Ya, itu lu.”
“Ga lucu men! Becandaan lu jelek tingkat tinggi. Level
rendahan lu! Lagi serius gini malah becanda.”, Vira marah.
“Gue serius Vi, ngapain gue boong? Gue sayang sama lu. Lu
cewek unik bagi gue. Sahabat yang ngertiin gue banget. Lu tau kenapa gue berani
ngomong gini ke lu?”
“Kenapa?”, Tanya Vira sinis.
“Karena hari ini juga, gue mau izin sama lu. Gue mau pergi
ke Australia untuk lanjutin sekolah gue. Gue mau pergi bawa cinta gue ini. gue
janji gue bakalan balik lagi kesini. Dan gue berharap lu nungguin gue. Gue
janji kita gaakan lost contact. Gue janji gue akan tetep ada buat lu. Gue janji
gue gaakan kayak sahabat lu yang sekarang lost contact sama lu.”
“Lu jahat Jas. Kenapa lu ninggalin gue?”, Vira menangis.
“Vii please jangan nangis. Gue sayang sama lu. Please
ngertiin keadaan gue. Gue juga gamau pisah sama lu. Tapi mau gimana lagi. ini
udah takdir. Kayak dulu lu pindah kesini. Itujuga bukan karena kehendak lu kan?
Inget Vi, zaman udah canggih. Kita punya banyak social media yang bisa
menghubungkan kita berdua, sejauh apapun jaraknya. Kalau lu ada apa-apa tell me
ya? Promise me.”
“Iyaa.. hiks hiks”, Vira masih menangis tersedu-sedu tidak
dapat menerima kenyataan akan perpisahan ini.
“Wanna have a hug?”, Jason membuka lebar lengannya.
Vira mengangguk.
“Jangan pernah lupain gue. Jangan pernah lupain kenangan
kita. Walaupun lu ngeselin, nyebelin, jelek, bawel, iseng, tapi you know how to
treat me well. Even sometimes we fight, but you know how to make it back to
usual. Lu tau cara bikin gue nyaman. Lu tahu cara bikin gue lupa sama masalah
gue dan segala kesedihan gue.”, Vira memeluk Jason kencang.
“Iya Vi. I promise. I owe you.”
Jason mengusap air mata yang bercucuran di pipi chubby Vira.
Kemudian bertindak konyol.
“LAFLAF! Ayo senyum”, Jason mengucapkan kata yang paling
sering diucapkan Vira saat sedang bertingkah konyol, kemudian memeragakan gaya
tangan membentuk hati diatas kepalanya. Seketika tangisan Vira berubah menjadi
senyuman yang lebar.
“Nah begitu dong, makin sayang dah gue sama lu Vii”
“Gue kan ngangenin dan imut imut lucu unyu unyu, pasti
banyak yang sayang. Ya kan ya kan?”
“Iyadeh iya, biar seneng~ eh tapi kalau gitu saingan gue
buat dapetin lu nanti makin banyak dong?”, ledek Jason .
“Ih apaan sih lu Jas? Dasar jelek nyebelin! Ayo ah pulang
aja, I miss my foods. Laper nih.”
“Dasar gendut, makan mulu lu.”
“Gendut tapi lu suka juga kan? Gausah ngeledek kalau gitu.
Bweee “
Hari-hari terakhir keberadaan Jason di Indonesia pun mereka
lewati bersama. Canda tawa dan berbagai lelucon dilontarkan. Sampai akhirnya Jason harus pergi meninggalkannya.
“Jas, ini ada kenang-kenangan buat lu. Semoga lu tetep inget
gue, dan inget janji kita.”
“Pasti Vi. Lu juga harus inget janji kita. Dan jangan lupa
janji lu untuk tetap jadi cewek yang strong. Gue yakin lu pasti bisa kok. Lu
cewek yang paling tangguh dan hard working yang pernah gue temuin. Wait for me
ya! Gue pergi dulu. See ya!”
“Bye Jas! Inget ngabarin ya!”, mata Vira berkaca-kaca.
“Iya jelek! Laflaf! Hahaha”
“Laflaf jugaa >.<”
Dan sejak saat itu, Vira dan Jason hanya dapat saling
berhubungan melalui social media. Sesekali mereka menelfon untuk mendengar
suara masing-masing dan bercerita akan banyak hal. Mereka saling menunggu. Menunggu
untuk bisa bersama kembali. Menunggu untuk melepas kerinduan. Menunggu itu
sulit. Menunggu itu membosankan. Menunggu itu sabar. Menunggu itu penantian. Tetapi
dari menunggu itulah kita belajar banyak hal.
“Terkadang tidak semua hal akan indah di waktu yang kita
inginkan. Tetapi percayalah, bahwa kebahagiaan memiliki caranya sendiri untuk
menunjukkan dirinya dengan cara yang indah, bahkan lebih indah dibanding yang
kita bayangkan.” - @ViDarmalim
Cieeee ( ‾▿‾)-σ
ReplyDeleteAduh cie kenapa sheila u.u
ReplyDelete