Saturday 8 March 2014

When You Love Someone #ShortStory

Rasanya memang indah ketika kita mencintai seseorang. Benar kata orang bahwa jatuh cinta itu berjuta rasanya. Benar kata pepatah bahawa bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Benar kata orang tua pendahulu bahwa cinta itu memang buta. Orang yang melihat menjadi buta. Buta karena cintanya itu sendiri. 
Pada suatu ketika, ada seorang remaja gadis yang cantik parasnya. Sungguh merupakan suatu kehebatan Tuhan dalam menciptakan manusia, dan bagi para lelaki, memang suatu anugerah untuk dapat memiliki gadis cantik itu. Gadis cantik itu tak pandai bercakap, tak pandai bergaul dengan banyak orang, yang ia lakukan hanyalah berdiam di kamarnya. Jarang sekali bagi dirinya untuk berpergian keluar rumah. Gadis itu bernama Elizabeth. 
Elizabeth memiliki seorang sahabat yang tidak begitu cantik, tetapi baik hatinya, namanya Fiona. Fiona bukanlah anak orang kaya seperti Elizabeth, tetapi Fiona merupakan gadis yang giat, rajin, dan tekun. Tak jarang Fiona mengajari teman-temannya jika ada ulangan maupun tugas-tugas. Elizabeth merasa sangat beruntung memiliki teman yang dapat membantunya, terlebih melengkapi kekurangan yang ia miliki. 
Fiona merupakan orang yang rendah hati, tetapi mudah sekali bagi dirinya untuk merasa minder karena keterbatasan ekonomi yang dihadapi keluarganya. Terlebih bahwa ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia bersekolah di sekolah kalangan menengah keatas. Fiona bukanlah orang yang banyak bercerita mengenai kehidupannya, terlebih masalah percintaan atau keluarganya kepada teman-temannya, berbeda dengan Elizabeth, meskipun ia tidak memiliki begitu banyak teman dekat, tak henti-hentinya ia bercerita mengenai betapa indahnya kehidupan dia, betapa nikmatnya menjadi orang yang berkecukupan, dan betapa indahnya jatuh cinta terhadap seorang pria di sekolahnya itu. Pagi, siang, sore, dan malam, hampir seluruh waktu yang ia habiskan bersama teman-temannya ia gunakan juga untuk membicarakan kesenangan dan perasaannya itu. Dan tanpa ia sadari, sahabatnya sendiri, Fiona, justru menyimpan perasaan yang sama terhadap pria yang sama pula. Dennis, begitulah panggilannya.
Sebenarnya sudah lama sekali Fiona menyimpan perasaan itu, tak ada satupun orang yang tahu akan perasaannya. Sesekali Fiona dicomblangi dengan Dennis, sesekali pula mereka disatukan dalam sebuah sekelompok kerja. Tapi kesungguhan hati Fiona untuk menjaga perasaan sahabatnya, Elizabeth, sungguh dalam. Tak jarang Dennis mengajak Fiona untuk satu kelompok dengannya, namun Elizabeth sudah mendahuluinya dan akhirnya Fiona hanya dapat satu kelompok kerja dengan Elizabeth, bukan Dennis.
Sesungguhnya hubungan Dennis dan Elizabeth sungguh dekat, mereka sudah layaknya seperti sahabat, tak jarang mereka mengusili satu dengan yang lainnya. Bahkan tak jarang gossip hubungan antara Elizabeth dan Dennis beredar. Namun Dennis selalu memungkiri hal tersebut, yang justru membuat hati Elizabeth teriris. Sudah menjadi hal yang biasa bagi Fiona untuk mendengar gossip mengenai sahabatnya dengan pria yang ia idam-idamkan. Ia sadar bahwa ia dan Dennis tak mungkin bersatu. Dennis dan Elizabeth, keduanya merupakan teman baik Fiona, keduanya berasal dari keluarga yang berada, serba berkecukupan, sedangkan Fiona hanya berasal dari keluarga sederhana. Dennis tak henti-hentinya mendekati Fiona, entah membahas tentang pelajaran maupun jalan-jalan bersama. Dennis memang pria yang baik, tidak banyak macam, dan humoris. Fiona merasa sangat nyaman berada di dekat Dennis, begitupun yang dirasakan oleh Elizabeth. Tak ada seorang pun yang dapat menebak sebenarnya siapa yang diinginkan oleh Dennis. Berbagai julukan seperti playboy maupun master PHP pun dilontarkan oleh teman-teman mereka sebagai bahan lelucon kelas. Tetapi Dennis tetap berteman dengan semuanya. Dennis selalu berusaha menolong keduanya, terlebih Fiona, karena Fiona juga sering menolongnya.
Namun suatu ketika, saat Dennis dan Fiona sedang makan siang bersama di kantin sambil membahas pelajaran yang akan diujikan hari itu, Elizabeth langsung menghampiri mereka dan mengamuk besar. Ternyata Elizabeth tidak dapat menerima kenyataan bahwa Dennis semakin jauh darinya dan justru semakin dekat dengan Fiona yang baru saja ia kenal beberapa bulan terakhir ini. Kecemburuan besar Elizabeth sudah tak dapat ia bendung lagi. Bagaimana tidak? Orang terdekatnya sendiri bahkan sudah seperti berkhianat kepadanya. Memang sakit rasanya. Tapi itulah yang harus ia saksikan saat itu. Ketika Elizabeth sedang panas-panasnya, Dennis kemudian memegang tangan Elizabeth dan berkata, "Kamu gausah jealous gitu, Liz. Aku mau ngomong sesuatu." "Apa?!", bentak Elizabeth. "Kamu mau 'kan jadi pacarku?" "Sungguhan?", ucap Elizabeth tak percaya.
Fiona yang kala itu berada di tempat kejadian tersentak hatinya. Perih sekali. Namun Fiona masih bersyukur bahwa ia tidak pernah menunjukkan atau mengungkapkan rasa sukanya atau bahkan mengakui bahwa ia sangat menyayangi Dennis. Fiona mengucapkan selamat atas bersatunya mereka berdua, dan meninggalkan mereka. Fiona yang biasanya selalu bersama Dennis ketika pulang sekolah  kini sendirian, duduk di taman sekolah, membaca buku-bukunya untuk melupakan kesedihannya. Tak jarang juga kini Fiona menyanyi beberapa lagu yang mengungkapkan isi hatinya.
Salah seorang teman Fiona, Jack, pun menyadari akan perubahan yang terjadi antar Fiona dan Dennis. Mereka berdua kini terlihat sangat murung. Kemudian ia pun menanyakannya kepada keduanya. Dicari tahulah mengapa mereka berdua tak bersama lagi. Setelah beberapa saat Jack dan beberapa temannya melakukan investigasi, akhirnya mereka tahu mengapa mereka tidak bersama lagi. Jack berusaha mempersatukan mereka kembali karena ada kesalahpahaman antara mereka. Sampai suatu ketika, Jack mengajak Fiona dan Dennis ke perpustakaan sekolah untuk membereskan masalah ini.
"Kini saatnya kamu memperjelas ini Fi", ujar Jack.
"Tak ada lagi yang harus diperjelas. Ini sudah jelas.", jawab Fiona ketus.
"Kamu kok jadi begini sih Fi?", tanya Dennis halus sambil memegang pundak Fiona.
"Jangan pegang pundakku. Nanti ada yang salah paham."
"Fii..kenapa sih  kamu bicara seperti itu?", tanya Dennis sambil memohon jawaban.
"Aku nggak apa-apa kok. Kamu saja yang terlalu sensitif.", bentak Fiona.
"Kalau memang kamu tidak mau menjelaskannya, lebih baik aku yang bicara duluan."
"Memangnya masih ada yang harus dibicarakan antara kita? Sepertinya tidak ada. Aku mau pergi dulu. Nanti kalau Elizabeth melihat kita, malah akan menjadi semakin ruwet urusannya."
Ketika Fiona hendak meninggalkan Dennis, sentak Dennis langsung menggenggam tangannya dan menahannya agar ia tidak pergi.
"Tunggu, aku ingin menjelaskan sesuatu. Ini mengenai kita. Ada salah dengan semua ini.", Dennis mencoba menjelaskan.
"Apalagi? Kita 'kan nggak pernah ada apa-apa."
Jack meninggalkan ruangan itu, agar mereka dapat berbincang dengan serius. Namun tanpa disangka, Elizabeth ada di ruang perpustakaan juga, mendengar semua perbincangan mereka. Jack pun kaget, dan Elizabeth menyuruh Jack untuk bungkam dan tidak memberitahu apapun.
"Sebenarnya aku tidak pernah mencintai Elizabeth."
Fiona langsung memalingkah wajahnya kearah Dennis dan kaget.
"Jangan bohongi aku. Sudah jelas kalian berdua menjalin hubungan sebagai seorang kekasih. Masih saja berani bicara seperti itu. Elizabeth pasti kecewa jika ia mendengar perkataanmu tadi.", cetus Fiona.
"Ya, mungkin dia akan kecewa. Namun akan lebih kecewa lagi jika aku tetap menjalin hubungan tanpa rasa sayang sedikitpun padanya. Aku menjalin hubungan ini karena aku tidak mau kamu menjadi bulan-bulanan Elizabeth. Aku mau kamu hidup tenang dan melupakan aku. Namun semakin aku menjauh darimu, semakin besar juga rasa sayangku padamu. Ini mengakibatkan aku dan dia menjalin hubungan yang tidak harmonis. Hampir setiap hari kami bertengkar tentang hal yang sebenarnya tidak penting dan yang merupakan masalah kecil. Tahukah kamu, aku jatuh hati padamu dari saat pertama kali aku dekat denganmu. Kamu buat aku nyaman. Hatiku tenang jika aku berada di dekatmu.", jelas Dennis.
"Aku tidak tahu lagi mau berkata apa. Kamu sudah selesai bicara 'kan? Aku mau pergi.", Fiona menahan perasaannya. Sebenarnya banyak hal yang ingin ia sampaikan kepada Dennis, tapi ia tak kuasa untuk menahan tangis haru bahagianya. Ingin rasanya ia memeluk Dennis. Begitupun dengan Dennis.
"Please Fi..Dengarkan aku dulu. Aku tahu bahwa keputusan yang ku ambil ini salah. Untuk itu aku ingin meperbaikinya. Aku sudah putus dengan Elizabeth kemarin, saat kami bertengkar hebat.", bujuk Dennis.
"Cukup, Den. Aku tidak ingin mendengar kebohongan apapun lagi dari mulutmu."
Fiona langsung pergi. Namun tak disangka Elizabeth menghampiri mereka dengan bekas tangisan di wajahnya.
"Apa yang dikatakan Dennis benar adanya Fi. Dia tidak berbohong. Kami sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Dan sejak pertama kali kami menjalin hubungan aku sadar bahwa ia tidak sungguh-sungguh sayang padaku. Hatinya hanya untukmu seorang. Tak henti-hentinya ia memuji dirimu. Aku tahu, kamupun begitu, namun kamu tak punya keberanian untuk mengungkapkannya karena segala ketakutan yang kamu simpan di benakmu. Apakah kamu masih menganggapku sahabat? Mengapa kamu tidak pernah menceritakan apapun padaku? Bahkan tentang perasaanmu itu.", cetus Elizabeth.
"Bukan begitu Liz. Biarkan aku menjelaskannya. Kamu itu tetap sahabatku kok. Sahabat yang selalu ada untukku."
"Hentikan ucapanmu itu Fi. Aku bahkan tidak mengerti perasaanmu. Kamu tahu, aku baru saja sadar bahwa aku terlalu egois. Bagaimana bisa aku cemburu pada temanku sendiri? Sungguh bodoh aku. Aku juga tahu bahwa kamu mempunyai alasan mengapa kamu memendam perasaanmu. Kamu terlalu takut. Mana Fiona yang berani? Inilah akibatnya kalian saling memendam rasa sayang kalian. Kalian juga yang tersakiti. Bahkan orang lain pun menjadi korban, contohnya aku. Sekarang keputusannya ada di kamu Den.", jelas Elizabeth.
"Liz, terima kasih atas pengertianmu. Aku sungguh bahagia memiliki sahabat seperti kamu. Aku tidak ingin ada yang tersakiti atas perasaanku ini. Aku memang sayang pada Fiona, begitupun padamu Liz,walaupun hanya sebagai sahabat. Aku ingin kita bertiga tetap dekat, tanpa ada rasa iri maupun cemburu. Kamu mengerti kan?", jelas Dennis.
"Iya benar kata Dennis, Liz. Lebih baik kita saling mengasihi satu dengan yang lainnya saja. Kita ini kan sudah seperti layaknya sebuah keluarga dan kita adalah saudara. Ya 'kan?", hibur Fiona.
"Kalian yakin tidak ingin menjalin hubungan yang lebih? Kalian cocok loh.", tanya Elizabeth.
"Menurutku tidak perlu, Liz. Asalkan kita bisa tetap bersama saja itu sudah lebih dari cukup bagiku. Kita semua ini masih dalam proses saling mengenal satu dengan yang lain, bukan? Nanti kalau memang jodoh pasti disatukan juga kok.", jawab Fiona.
"Iya benar sekali kata Fiona, Liz. Aku juga harus membiasakan diriku bahwa kita semua ini adalah sahabat sekaligus keluarga. Karena cinta itu tak harus sebagai pasangan kekasih, melainkan keluarga, sahabat, dan masih banyak cara untuk mengungkapkan rasa sayang kita.", kata Dennis dengan bijaknya.
"Terlebih cinta untuk keluarga dan sahabat itu dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan cinta sebagai pasangan kekasih. Setidaknya cinta, kasih, dan sayang kita bertahan selamanya, dan abadi.", tutup Fiona.
Ketiga sahabat itu, beserta Jack yang menonton mereka dari jauh, kemudian saling berpelukan satu dengan yang lainnya. Dan sejak saat itu juga, kesetiaan mereka akan sahabat mereka pun semakin erat.


"When you love someone, just be brave to say that you want him to be with you. When you hold your love, don't ever let it go. Or you will lose your chance to make your dreams come true."


THE END

No comments:

Post a Comment