Sunday 30 March 2014

Will You Marry Me? #ShortStory #Part2

"Ayo cepetan! Nanti terlambat nih!", gerutu Fiona.
"Iya sayang, ini tinggal sedikit lagi kok. Ini lagi beres-beres dulu.", jawab Dennis sabar.
"Aku tunggu di luar ya!", teriak Fiona bersemangat.

***
Pagi itu, Fiona dan Dennis berencana untuk berlibur bersama teman-temannya sekaligus merayakan hari jadi Fiona yang ke26 tahun. Fiona dan Dennis memang merupakan sahabat lama. Mereka berteman sejak dibangku SMA dan Dennis juga sudah lama menyimpan rasa itu kepadanya. Begitupun dengan Fiona. Namun saat itu, ada kejadian yang tak dapat menyatukan mereka dan akhirnya Fiona pun pernah menjadi milik orang lain. Dennis sangat menyesali kejadian pada saat itu. Memang benar itu merupakan masa lampau, namun itu merupakan pukulan hebat bagi Dennis. 
Sepuluh tahun lamanya Dennis menunggu cinta Fiona. Sepuluh tahun lamanya Dennis melihat jatuh bangun Fiona. Sepuluh tahun lamanya Dennis hanya dapat berperan bagi sahabat untuk Fiona. Saat Dennis harus terpisah dengan Fiona karena Fiona harus pindah rumah ke luar kota, Dennis pun hanya bisa menerima keadaan itu. Keadaan dimana mereka tidak akan bertemu lagi. Bahkan mereka tidak berhubungan sama sekali saat itu. Sangat terpuruk. Ya, itulah keadaan Dennis saat itu. Jarak dari Jakarta ke Bogor memang tak seberapa jauh. Dapat ditempuh dengan jalur darat dan sekitar satu sampai dua jam. Tapi apakah mungkin dan wajar seorang pria terus menerus mendatangi seorang wanita di kediamannya? Pikir Dennis logis. Dennis hanya dapat menunggu dan memendam perasaannya. Sampai akhirnya undangan pernikahan Fiona dengan pria lain sampai di rumah Dennis. Dennis hanya bisa mengucapkan selamat dan membantu mengurus pernikahan Fiona, sahabatnya itu. 
Sayang sekali, tiga bulan sebelum hari H pernikahan Fiona dan calon suaminya itu, pernikahan mereka dibatalkan. Fiona terpuruk. Fiona jatuh sakit. Calon suaminya sungguh tak bertanggung jawab. Kesal, marah, sedih, terpuruk, hancur, itulah perasaan Fiona saat itu. Disaat itulah, Dennis hanya dapat berusaha di sisinya sebisa yang ia lakukan. Dihiburnya Fiona sampai akhirnya ia kembali ke keadaannya seperti sedia kala. Namun ketakutan akan pernikahan, ketakutan akan jatuh cinta terus menerus membayangi pikiran Fiona. Dennis masih sabar menghadapi Fiona. Ia tidak banyak berharap bahwa Fiona akan jatuh dalam pelukannya. Tapi ia berjanji akan terus menyayangi Fiona dan jika Tuhan berkehendak, maka mereka akan disatukan. 
Sudah empat tahun lamanya Fiona bangkit dari kekelaman masa lalunya. Sejak sembilan bulan yang lalu Fiona dan Dennis pun membangun hubungan jalinan kasih. Dan kini mereka akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, mengingat umur mereka yang sudah tak lagi muda. 

***

"Pantai ini sungguh indah ya! Bersih dan sejuk sekali.", teriak Jack kepada Dennis dan teman-teman lainnya.
"Iya, betul sekali. Makanya aku pilih pantai ini. Dan penginapannya juga dekat dari sini.", tambah Fiona.
"Oh jadi ini pilihanmu Fii", ledek Elizabeth. 
"Ih apa sih? Kan boleh dong kasih pendapat.", jawab Fiona.
"Sudah sudah, ayo kita gelar saja tikarnya dan menikmati hari ini.", lerai Dennis.

***

Sambil mereka menikmati liburan mereka, Jack dan Elizabeth juga teman-teman lainnya membantu Dennis menyiapkan kejutan untuk Fiona. Ulang tahun Fiona memang unik. Hanya terjadi empat tahun sekali, tepatnya 29 Februari. Dan sayang sekali, di usia nya yang ke26 ini tidak ada tanggal 29. Oleh karena itu, mereka merayakannya satu hari lebih awal.
Berbagai rencana dan strategi telah disusun dari satu minggu sebelumnya. Rencana-rencana juga sudah ditetapkan dengan baik. Dan malam yang ditunggu-tunggu pun tiba. Malam itu, bintang-bintang bertebaran di langit, menghiasi langit hitam menemani mereka. Lilin-lilin dipasang di sekitar pantai. Memang pada awalnya, Dennis hanya berencana untuk mengadakan pesta kecil untuk Fiona. Menari dan menyanyi bersama menghabiskan malam dan makan malam bersama. Namun terlintas dalam benaknya untuk melamar Fiona, oleh karena itu, ia pun memutuskan untuk mengubah rencana tersebut dan tidak memberitahu Fiona akan perubahan rencananya. 
Fiona sungguh cantik malam itu. Mini dress putih dengan make up tipis menghiasi tubuhnya. Sungguh mempesona. Dennis pun tampak tampan dengan kemeja putih dan jas hitam dengan dasi hitam. Kedua orang itu merupakan paduan pasangan yang menawan. 
Di saat semua orang sedang sibuk dengan pesta kecil yang diadakan, Dennis kembali menyiapkan diri untuk lamarannya. Fiona yang kala itu sedang asik menyanyi dan menari bersama teman-temannya pun tidak sadar. Saat Dennis muncul dengan sebuket bunga mawar putih ditangannya, Fiona terdiam. Dennis menyanyikan lagu-lagu romantis untuk Fiona sambil berjalan kearahnya. Semua mata tertuju pada keduanya. Iringan lagu pun semakin menghidupkan suasana itu. 
"Aku tahu masa lalumu. Aku tahu kamu. Dan aku tetap sayang sama kamu. Happy birthday sayang. I love you.", sambil memberikan bunga mawar putih untuk Fiona.
Fiona menangis haru. Tak disangka Dennis dapat melakukan hal tersebut untuknya. 
"Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih sama kamu.", jawab Fiona sambil mengusap air matanya. 
"Di cincin ini telah terukir namamu. Begitupun dengan hatiku. Will you marry me? Aku memang bukan yang pertama untukmu, tapi aku ingin menjadi yang terakhir untukmu.", Dennis menyodorkan cincin.
Fiona mengangguk. Dipasangkanlah cincin itu kepada jari manis Fiona, dan sorak-sorak dan suara tepukan tangan pun terdengar. 
"Kamu tahu semua tentang aku. Hampir sepuluh tahun kita kenal dekat. Mungkin kita memang pernah terpisah. Kamu tahu tentang masa laluku. Kamu tahu aku hampir menjadi miliki orang lain dan beberapa bulan sebelumnya, aku gagal. Kamu tahu betapa terpuruknya aku. Tapi kamu selalu ada untuk aku. Aku bukannya gamau percaya hari ini akan terjadi. Aku takut. Ini seperti trauma. Tapi aku bersyukur hari ini terjadi dalam hidupku."
Akhirnya mereka pun memeluk satu dengan yang lainnya. Dennis mengusap air mata di wajah Fiona. Menari bersama, dan mensyukuri akan hal itu. Hari itu, malam itu, merupakan malam terindah, kado terindah, dan kenangan terindah yang pernah dimiliki dan dilalui Fiona dan Dennis. Sekaligus menghapus trauma masa lampau yang pernah terjadi.


"I feel your whisper across the sea, I keep you with me in my heart. You make it easier when the life gets hard. I'm lucky I'm in love with my best friend. Lucky to have been where I have been. Lucky to be coming home again.
They don't know how long it takes, Waiting for a love like this. Every time we say goodbye. I wish we had one more kiss. I'll wait for you I promise you, I will." - [Jason Mraz - Lucky]


Wednesday 19 March 2014

Studying in Australia is My Dream #essay

Studying in Australia is My Dream

Australia is the most preferred destinations for studying. Not only the students, even the parents prefer and decide to send their children to Australia for their studies. There are many reasons of people choosing Australia as their study destination. One of the most popular answers is the languages. Australian uses English as their daily language or their mother tongue, which make the tourists and the new comers from every continents and islands easier to communicate to each other. As we know, English is one of the most popular languages and English also crowned as the international language. Almost 700 millions of people in the world have the ability in using English as the foreign language.
Australia is known as third most popular international student destination, and 5 out of 20 best student cities in the world are in Australia. Australia’s universities have a high standard qualification, so that 7 of 100 best universities in the world are in Australia. Because of the high standard of qualifications, 2,500,000 international alumni of Australia institutions are making a difference around the world, including of the 15 Nobel Prices laureates achievements. Beside of the high standard of qualifications, the universities in Australia establish a corporative relationship between so many countries with the aim of giving the scholarship for those students who achieve lots of achievements in much kind of study areas, especially in academic areas.
The universities in Australia had received the recognitions from the worldwide because of their achievements in producing the students that are very productive and can compete in the whole world. That is the reason why the graduated students from the universities of Australia have more employment prospects and job opportunities around the world. Even if the students have not graduated yet from the universities, they still can work without changing the status of the visa – for those who come from abroad.
The cost of studying in Australia is also cheaper than studying in United Kingdom or United States of America, started from the cost of living, the cost of tuitions, and many more. One of the study programs that make the cost of studying in Australia much cheaper is the focused degree. It makes the students graduated a year faster that it supposes to be, so that the students can decrease their outcomes expanses.
Australia also provides the high class of living for the students with low costs. The society in Australia is also friendly and accept multicultural. More than 200 countries have immigrated to Australia. Australians don’t intimidate the outsiders but they make friends with every people. Even if the students or they meet people from outside their country, they still can blend and they can exchange the cultures among them.
Australia is the heaven of educations. Australia provides the facilities and infrastructures that really support the cities in Australia as the cities of educations. Besides, the programs, the scholarships, and the job opportunities really help the students in improving their lives prosperities.

Saturday 15 March 2014

Disappointment

Tak semua hal dapat diungkapkan dengan kata kata. Bahkan ketika lu merasa kecewa. Mungkin ketika lu sedang bahagia, mudah bagi lu untuk mengungkapkan semuanya. Mudah memang, ketika lu berbagi cerita saat suasana hati sedang bahagia, mudah memang berbagi cerita ketika hati lu sedang berbunga bunga. Lalu bagaimana dengan cerita cerita yang senenarnya perih dan menyakitkan? Apakah akan semudah berbagi cerita bahagia? Ketika hati lu sedang kecewa dengan berbagai luka di dalamnya, bagaimana cara mengungkapkannya? Bahkan gua sendiri gatau. Ya, I'm in that position. Somehow, gua lagi serba salah. Gua merasa harus mengerti orang lain yang membuat janji ke gua, tapi ketika mereka mengungkarinya, haruskah gua mengerti mereka? Sulit. Walaupun harus. 
Kenapa harus ada kekecewaan dalam hidup ini? Kenapa harus ada janji janji yangterucap dan tak ditepati? Mengapa? Kadang banyak sekali hal yang menurutku sia sia, yang tidak penting untuk dilakukan. Untuk apa aku mengucapkan janji pada seseorang yang bahkan tidak peduli dengan perasaanku ketika mereka mengingkari janji itu. Gua ga peduli apa yang mau mereka lakukan, tapi yang gua pengen, mereka seriusdengan janji janji yang mereka ucapkan buat gua. Janji yang diungkapkan memang sederhana, bahkan jika terlupakan juga sebenarny tak banyak artinya, tapi yang gua pengen fokusin satu hal, keseriusan mereka dalam mengucapkan janji itu. Kenapa? Karena dari sanalah gua merasa gua masih dianggap dan gua merasa ada. 
Tahu bagaimana rasanya disakiti dan dibohomgi? Tahu bagaimana rasanya terluapakan? Tahu bagaimana rasanya dikelilingi orang orang yang hanya ada pada saat mereka membutuhkan saja? Sakit. Sakit sekali. Bahkan rasa sakit itu tidak dapat terdefinisikan lagi. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus mengungkapkannya jika seseorang menanyakan kepadaku bagaimana rasanya dan bagaimana dalamnya kekecewaan yang aku rasakan itu. Aku pun bahkan tidak dapat mendefinisikannya. Karena ketika kamu yakin dialah orang yang tepat untukmu berbagi, dialah orang yang tepat untuk menghiburmu, dialah orang yang tepat untukmu menyandarkan kepalamu saat kamu lelah, dan dialah orang yang akan mengusap air matamu ketika kamu menangis, dan kini dia juga orang yang menyakitimu, dia juga orang yang mengecewakan dirimu, dan dia juga orang yang pergi begitu saja tanpa ada rasa bersalah akan hal hal yang telah ia perbuat.
Masihkah ia dapat disebut sebagai sahabat? Masihkah ia menjadi orang yang dapat kamu percayai? Masihkah dia menjadi orang yang akan kamu sandarkan kepalamu ketika kamu lelah? Masihkah dia menjadi orang yang akan mengusap air matamu ketika kamu menangis? Akupun tak tahu. Aku tak mengerti. Ketika aku berusaha melupakan apa yang ku rasakan saat ini. Ketika aku sedang berusaha melupakan kekecewaan yang aku alami. Ketika itu juga aku berharap kamu ingat akan kesalahan yang telah kamu perbuat. Ketika itu juga aku berharap kamu sadar dan berusaha mengubah kekecewaanku menjadi sebuah senyuman. Namun ketika itu juga aku merasa kamu semakin jauh. Masihkah kamu mengingatku? 
Aku memang bukan orang yang cukup penting dalam hidupmu dibandingkan orang lain. Aku sadar. Sangat menyadari itu. Dari awal pertama kita berjumpa. Tapi apakah salah jika aku menganggap dirimu penting? Apakah salah jika aku menyayangimu layaknya aku menyayangi keluarga dan saudaraku. Kamu berarti. Sungguh sangat berarti. Untukku.
Aku takkan pernah berhentu berharap bahwa kamu akan kembali padaku seperti dahulu lagi. Aku masih ingat betapa indahnya kenangan yang kita lalui bersama. Aku masih ingat betapa indahnya momen momen berharga yang pernah kita lewatkan bersama. Apakah kamu masih ingat? Aku harap begitu. 

Thursday 13 March 2014

Indonesian Folk Tales in Modern Technology #StoryTellingCompetition #SECON2014

LAKE TOBA

One upon a time, in Sumatera Island, there lived an orphan man named Toba. He spent his daily life by fishing in the lake near his house and being a farmer. One day, he was so tired of his daily job. He wanted to find refreshment and do something different. So he decided to take a nap that day.
He slept peacefully. After an hour he slept in his old house, he suddenly awaked. “How could I dream of a beautiful girl that would be my wife? It was such a dream that will never come true!”, moaned Toba. He daydreamed, kept on thinking about his dream, and hoped that it would come true. “I even have never seen such a beautiful girl in this island. She was such a beautiful angel. Ugh~”, sighed Toba.
He stood up, took a bath, and tidied up his house. As he cleaned up his house, the thought of that beautiful girl was still in his mind. He couldn’t get that girl out of his mind. Her face, her beauty, her smile, and everything about her was still in his mind, exactly same.
“I think I am too tired these whole weeks, that’s why I dreamed something that was so impossible to happen.”, he said. After Toba cleaned up his house, he had a dinner, and went to the lake to fish again. He met his friends and had a simple conversation while pushing the boat to the lake.
“Hey Toba! Come here and see this! My new boat with gasoline and you don’t need to push it with all of your strength. I’ve just bought it this noon!”, shouted his friend.
“Wow! So amazing! How much does it cost? I would like to have one either. So I can have another job in the nights after I farmed.”
“You wouldn’t have enough money to buy this boat. You’re just such a poor fisherman.”
“Shut up! I’ll show you I won’t be a poor man anymore! I will have a harmonious family with a beautiful wife and handsome son, and of course, I’ll be rich! Wherever I go, there will be gold in my pocket!”
“HAHAHA!! I’m watching you dude! A man like you won’t be able to marry a beautiful woman! She is blind if there’s a beautiful girl that wants to be married by you, poor man!”
“Be careful of your words! I am not that poor! I will work harder and show you I won’t be poor anymore!”, shouted Toba angrily.
As he pushed his old and traditional boat to the lake, his friend was so busy with his new gadgets and said, “You even don’t have any smartphone, how could you know the latest trends and compete me. You are nothing, dude. How could you be so out of date? Even the poor people out there at least have mobile phones, but you? Ugh~”
Toba was so angry that night. He spent his night in the middle of the sea and fished. But unfortunately, he was not that lucky. After he spent more than two hours in the sea, he didn’t fish any fish. But he didn’t give up, he waited again, and luckily, his fishing hook suddenly swing.  The fish approached and he was so happy. But when he saw the fish, he realized that was only a toy fish that was broken. He was disappointed and decided to throw that broken toy back to the sea.
Surprisingly, he heard noisy sound and he was so frightened.
“Please, please don’t throw me away. I will fulfill what you demand me to. Please?”
And he turned his back, but no one. He looked to the right and left, but no one. It had been so late in the night.
“Who is talking to me? Where are you?”, he shouted afraid.
“I am the toy fish in your hand.”
He looked to the toy fish, “Wh..who..who are you? Wh..why you can speak? A..ar..are you a ghost?”
“don’t be afraid, kind man. Bring me back to your house and I will tell you. But promise me don’t tell about my identity to anyone else.”
“Umm..okay I will.”
He went back to the edge of the sea, and run home quickly. He entered his house, and closed the door.
“Now tell me who are the real you!”, Toba demanded.
“Put me into a piece of blanket, and you will see who I am.”
As he put that broken toy fish on a blanket, the broken toy fish become a beautiful girl, even the most beautiful girl he had ever seen.
“The girl in my dream!”. He shouted shock.
“Yes, I am. Thank you for helping me. Thank you for saving my life, kind man. Now I will fulfill your demands. What do you want me to do?”
“Umm.. I actually don’t know what I am going to ask, but I want to be rich and get married to a kind woman soon.”
“Here you go. For the first demand, I will give you gold each day, and you can sell it.”
“Thank you, umm..sorry, What is your name?”
“Call me Jessica. And what’s yours?”
“Toba. By the way, you can sleep in my room tonight, I will sleep in the living room. Good night.”
“Thank you so much Toba.”
In the next day, when Toba woke up, he saw everything was prepared. The house was so tidy and the breakfast was so delicious. Toba tried to find Jessica and thanked her. And Jessica said that she would prepare everything for Toba everyday.  After few months passed, Toba purposed Jessica and they got married. But Jessica requested a demand to Toba before they got married, that Toba mustn’t told anyone, and if they had children, their children shouldn’t know who their mother were. Toba agreed and they got married. Everybody was so surprised that Toba’s life really changed in sudden. He got richer and richer. He married to a beautiful wife that even the richest man in his island couldn’t have. He lived happily and had a son, his name was Samosir.
Samosir was a kind son and loved playing games. His mom loved him so much, and whatever Samosir wanted to, Jessica would buy it for him. Different with Toba, Toba was kind of a decisive father. He wanted Samosir became an independent man that could live without his mother.
One day, Jessica asked Samosir to deliver a box of lunch for his father. But Samosir denied it. He was too serious with his gadgets and chatted to his crush. His mom told him that he was free to do anything, but after he delivered the lunch box to his father in the farm. With forced, Samosir stood up and took his new motorbike and went to his father farm. But he drove his motorbike while playing with his gadgets, and he fell. People in the street helped him, some of them went to Toba’s farm and told Toba. Toba was so angry when he knew the details of the story and mocked Samosir.
“Stupid child! Why did you play gadgets while driving motorbike? I’ve told you for hundred times!”, Toba mocked.
“I am not stupid, Dad! I’ve told mom to deliver it by herself, but she forced me to deliver it. I am busy with my job.”
“Job? You said job? You even can’t work. What job you are doing, huh? Chatting with your crush? You are only a son from a toy fish woman!”
“What? You said I am a son from a toy fish woman?”
Samosir was shocked and went home. He told his mom and Jessica was disappointed. Jessica told Samosir to go to the hills in the middle of the forest and never turned back to the island. Samosir listened to his mom’s advices and went there. Toba went home quickly and begged for a sorry. But it was too late. Jessica was mad and angry enough, Jessica cried and meditated. The storms, the lightning, and it rained heavily. After an hour, the entire island was full of water and it became a lake with a little island in the middle of it. The little island named Samosir Island, the hills where Samosir saw everything that happened that day. The lake was named as Lake Toba, and it killed many people because they were drowned by the promise that Toba broke.


THE END

Saturday 8 March 2014

When You Love Someone #ShortStory

Rasanya memang indah ketika kita mencintai seseorang. Benar kata orang bahwa jatuh cinta itu berjuta rasanya. Benar kata pepatah bahawa bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Benar kata orang tua pendahulu bahwa cinta itu memang buta. Orang yang melihat menjadi buta. Buta karena cintanya itu sendiri. 
Pada suatu ketika, ada seorang remaja gadis yang cantik parasnya. Sungguh merupakan suatu kehebatan Tuhan dalam menciptakan manusia, dan bagi para lelaki, memang suatu anugerah untuk dapat memiliki gadis cantik itu. Gadis cantik itu tak pandai bercakap, tak pandai bergaul dengan banyak orang, yang ia lakukan hanyalah berdiam di kamarnya. Jarang sekali bagi dirinya untuk berpergian keluar rumah. Gadis itu bernama Elizabeth. 
Elizabeth memiliki seorang sahabat yang tidak begitu cantik, tetapi baik hatinya, namanya Fiona. Fiona bukanlah anak orang kaya seperti Elizabeth, tetapi Fiona merupakan gadis yang giat, rajin, dan tekun. Tak jarang Fiona mengajari teman-temannya jika ada ulangan maupun tugas-tugas. Elizabeth merasa sangat beruntung memiliki teman yang dapat membantunya, terlebih melengkapi kekurangan yang ia miliki. 
Fiona merupakan orang yang rendah hati, tetapi mudah sekali bagi dirinya untuk merasa minder karena keterbatasan ekonomi yang dihadapi keluarganya. Terlebih bahwa ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia bersekolah di sekolah kalangan menengah keatas. Fiona bukanlah orang yang banyak bercerita mengenai kehidupannya, terlebih masalah percintaan atau keluarganya kepada teman-temannya, berbeda dengan Elizabeth, meskipun ia tidak memiliki begitu banyak teman dekat, tak henti-hentinya ia bercerita mengenai betapa indahnya kehidupan dia, betapa nikmatnya menjadi orang yang berkecukupan, dan betapa indahnya jatuh cinta terhadap seorang pria di sekolahnya itu. Pagi, siang, sore, dan malam, hampir seluruh waktu yang ia habiskan bersama teman-temannya ia gunakan juga untuk membicarakan kesenangan dan perasaannya itu. Dan tanpa ia sadari, sahabatnya sendiri, Fiona, justru menyimpan perasaan yang sama terhadap pria yang sama pula. Dennis, begitulah panggilannya.
Sebenarnya sudah lama sekali Fiona menyimpan perasaan itu, tak ada satupun orang yang tahu akan perasaannya. Sesekali Fiona dicomblangi dengan Dennis, sesekali pula mereka disatukan dalam sebuah sekelompok kerja. Tapi kesungguhan hati Fiona untuk menjaga perasaan sahabatnya, Elizabeth, sungguh dalam. Tak jarang Dennis mengajak Fiona untuk satu kelompok dengannya, namun Elizabeth sudah mendahuluinya dan akhirnya Fiona hanya dapat satu kelompok kerja dengan Elizabeth, bukan Dennis.
Sesungguhnya hubungan Dennis dan Elizabeth sungguh dekat, mereka sudah layaknya seperti sahabat, tak jarang mereka mengusili satu dengan yang lainnya. Bahkan tak jarang gossip hubungan antara Elizabeth dan Dennis beredar. Namun Dennis selalu memungkiri hal tersebut, yang justru membuat hati Elizabeth teriris. Sudah menjadi hal yang biasa bagi Fiona untuk mendengar gossip mengenai sahabatnya dengan pria yang ia idam-idamkan. Ia sadar bahwa ia dan Dennis tak mungkin bersatu. Dennis dan Elizabeth, keduanya merupakan teman baik Fiona, keduanya berasal dari keluarga yang berada, serba berkecukupan, sedangkan Fiona hanya berasal dari keluarga sederhana. Dennis tak henti-hentinya mendekati Fiona, entah membahas tentang pelajaran maupun jalan-jalan bersama. Dennis memang pria yang baik, tidak banyak macam, dan humoris. Fiona merasa sangat nyaman berada di dekat Dennis, begitupun yang dirasakan oleh Elizabeth. Tak ada seorang pun yang dapat menebak sebenarnya siapa yang diinginkan oleh Dennis. Berbagai julukan seperti playboy maupun master PHP pun dilontarkan oleh teman-teman mereka sebagai bahan lelucon kelas. Tetapi Dennis tetap berteman dengan semuanya. Dennis selalu berusaha menolong keduanya, terlebih Fiona, karena Fiona juga sering menolongnya.
Namun suatu ketika, saat Dennis dan Fiona sedang makan siang bersama di kantin sambil membahas pelajaran yang akan diujikan hari itu, Elizabeth langsung menghampiri mereka dan mengamuk besar. Ternyata Elizabeth tidak dapat menerima kenyataan bahwa Dennis semakin jauh darinya dan justru semakin dekat dengan Fiona yang baru saja ia kenal beberapa bulan terakhir ini. Kecemburuan besar Elizabeth sudah tak dapat ia bendung lagi. Bagaimana tidak? Orang terdekatnya sendiri bahkan sudah seperti berkhianat kepadanya. Memang sakit rasanya. Tapi itulah yang harus ia saksikan saat itu. Ketika Elizabeth sedang panas-panasnya, Dennis kemudian memegang tangan Elizabeth dan berkata, "Kamu gausah jealous gitu, Liz. Aku mau ngomong sesuatu." "Apa?!", bentak Elizabeth. "Kamu mau 'kan jadi pacarku?" "Sungguhan?", ucap Elizabeth tak percaya.
Fiona yang kala itu berada di tempat kejadian tersentak hatinya. Perih sekali. Namun Fiona masih bersyukur bahwa ia tidak pernah menunjukkan atau mengungkapkan rasa sukanya atau bahkan mengakui bahwa ia sangat menyayangi Dennis. Fiona mengucapkan selamat atas bersatunya mereka berdua, dan meninggalkan mereka. Fiona yang biasanya selalu bersama Dennis ketika pulang sekolah  kini sendirian, duduk di taman sekolah, membaca buku-bukunya untuk melupakan kesedihannya. Tak jarang juga kini Fiona menyanyi beberapa lagu yang mengungkapkan isi hatinya.
Salah seorang teman Fiona, Jack, pun menyadari akan perubahan yang terjadi antar Fiona dan Dennis. Mereka berdua kini terlihat sangat murung. Kemudian ia pun menanyakannya kepada keduanya. Dicari tahulah mengapa mereka berdua tak bersama lagi. Setelah beberapa saat Jack dan beberapa temannya melakukan investigasi, akhirnya mereka tahu mengapa mereka tidak bersama lagi. Jack berusaha mempersatukan mereka kembali karena ada kesalahpahaman antara mereka. Sampai suatu ketika, Jack mengajak Fiona dan Dennis ke perpustakaan sekolah untuk membereskan masalah ini.
"Kini saatnya kamu memperjelas ini Fi", ujar Jack.
"Tak ada lagi yang harus diperjelas. Ini sudah jelas.", jawab Fiona ketus.
"Kamu kok jadi begini sih Fi?", tanya Dennis halus sambil memegang pundak Fiona.
"Jangan pegang pundakku. Nanti ada yang salah paham."
"Fii..kenapa sih  kamu bicara seperti itu?", tanya Dennis sambil memohon jawaban.
"Aku nggak apa-apa kok. Kamu saja yang terlalu sensitif.", bentak Fiona.
"Kalau memang kamu tidak mau menjelaskannya, lebih baik aku yang bicara duluan."
"Memangnya masih ada yang harus dibicarakan antara kita? Sepertinya tidak ada. Aku mau pergi dulu. Nanti kalau Elizabeth melihat kita, malah akan menjadi semakin ruwet urusannya."
Ketika Fiona hendak meninggalkan Dennis, sentak Dennis langsung menggenggam tangannya dan menahannya agar ia tidak pergi.
"Tunggu, aku ingin menjelaskan sesuatu. Ini mengenai kita. Ada salah dengan semua ini.", Dennis mencoba menjelaskan.
"Apalagi? Kita 'kan nggak pernah ada apa-apa."
Jack meninggalkan ruangan itu, agar mereka dapat berbincang dengan serius. Namun tanpa disangka, Elizabeth ada di ruang perpustakaan juga, mendengar semua perbincangan mereka. Jack pun kaget, dan Elizabeth menyuruh Jack untuk bungkam dan tidak memberitahu apapun.
"Sebenarnya aku tidak pernah mencintai Elizabeth."
Fiona langsung memalingkah wajahnya kearah Dennis dan kaget.
"Jangan bohongi aku. Sudah jelas kalian berdua menjalin hubungan sebagai seorang kekasih. Masih saja berani bicara seperti itu. Elizabeth pasti kecewa jika ia mendengar perkataanmu tadi.", cetus Fiona.
"Ya, mungkin dia akan kecewa. Namun akan lebih kecewa lagi jika aku tetap menjalin hubungan tanpa rasa sayang sedikitpun padanya. Aku menjalin hubungan ini karena aku tidak mau kamu menjadi bulan-bulanan Elizabeth. Aku mau kamu hidup tenang dan melupakan aku. Namun semakin aku menjauh darimu, semakin besar juga rasa sayangku padamu. Ini mengakibatkan aku dan dia menjalin hubungan yang tidak harmonis. Hampir setiap hari kami bertengkar tentang hal yang sebenarnya tidak penting dan yang merupakan masalah kecil. Tahukah kamu, aku jatuh hati padamu dari saat pertama kali aku dekat denganmu. Kamu buat aku nyaman. Hatiku tenang jika aku berada di dekatmu.", jelas Dennis.
"Aku tidak tahu lagi mau berkata apa. Kamu sudah selesai bicara 'kan? Aku mau pergi.", Fiona menahan perasaannya. Sebenarnya banyak hal yang ingin ia sampaikan kepada Dennis, tapi ia tak kuasa untuk menahan tangis haru bahagianya. Ingin rasanya ia memeluk Dennis. Begitupun dengan Dennis.
"Please Fi..Dengarkan aku dulu. Aku tahu bahwa keputusan yang ku ambil ini salah. Untuk itu aku ingin meperbaikinya. Aku sudah putus dengan Elizabeth kemarin, saat kami bertengkar hebat.", bujuk Dennis.
"Cukup, Den. Aku tidak ingin mendengar kebohongan apapun lagi dari mulutmu."
Fiona langsung pergi. Namun tak disangka Elizabeth menghampiri mereka dengan bekas tangisan di wajahnya.
"Apa yang dikatakan Dennis benar adanya Fi. Dia tidak berbohong. Kami sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Dan sejak pertama kali kami menjalin hubungan aku sadar bahwa ia tidak sungguh-sungguh sayang padaku. Hatinya hanya untukmu seorang. Tak henti-hentinya ia memuji dirimu. Aku tahu, kamupun begitu, namun kamu tak punya keberanian untuk mengungkapkannya karena segala ketakutan yang kamu simpan di benakmu. Apakah kamu masih menganggapku sahabat? Mengapa kamu tidak pernah menceritakan apapun padaku? Bahkan tentang perasaanmu itu.", cetus Elizabeth.
"Bukan begitu Liz. Biarkan aku menjelaskannya. Kamu itu tetap sahabatku kok. Sahabat yang selalu ada untukku."
"Hentikan ucapanmu itu Fi. Aku bahkan tidak mengerti perasaanmu. Kamu tahu, aku baru saja sadar bahwa aku terlalu egois. Bagaimana bisa aku cemburu pada temanku sendiri? Sungguh bodoh aku. Aku juga tahu bahwa kamu mempunyai alasan mengapa kamu memendam perasaanmu. Kamu terlalu takut. Mana Fiona yang berani? Inilah akibatnya kalian saling memendam rasa sayang kalian. Kalian juga yang tersakiti. Bahkan orang lain pun menjadi korban, contohnya aku. Sekarang keputusannya ada di kamu Den.", jelas Elizabeth.
"Liz, terima kasih atas pengertianmu. Aku sungguh bahagia memiliki sahabat seperti kamu. Aku tidak ingin ada yang tersakiti atas perasaanku ini. Aku memang sayang pada Fiona, begitupun padamu Liz,walaupun hanya sebagai sahabat. Aku ingin kita bertiga tetap dekat, tanpa ada rasa iri maupun cemburu. Kamu mengerti kan?", jelas Dennis.
"Iya benar kata Dennis, Liz. Lebih baik kita saling mengasihi satu dengan yang lainnya saja. Kita ini kan sudah seperti layaknya sebuah keluarga dan kita adalah saudara. Ya 'kan?", hibur Fiona.
"Kalian yakin tidak ingin menjalin hubungan yang lebih? Kalian cocok loh.", tanya Elizabeth.
"Menurutku tidak perlu, Liz. Asalkan kita bisa tetap bersama saja itu sudah lebih dari cukup bagiku. Kita semua ini masih dalam proses saling mengenal satu dengan yang lain, bukan? Nanti kalau memang jodoh pasti disatukan juga kok.", jawab Fiona.
"Iya benar sekali kata Fiona, Liz. Aku juga harus membiasakan diriku bahwa kita semua ini adalah sahabat sekaligus keluarga. Karena cinta itu tak harus sebagai pasangan kekasih, melainkan keluarga, sahabat, dan masih banyak cara untuk mengungkapkan rasa sayang kita.", kata Dennis dengan bijaknya.
"Terlebih cinta untuk keluarga dan sahabat itu dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan cinta sebagai pasangan kekasih. Setidaknya cinta, kasih, dan sayang kita bertahan selamanya, dan abadi.", tutup Fiona.
Ketiga sahabat itu, beserta Jack yang menonton mereka dari jauh, kemudian saling berpelukan satu dengan yang lainnya. Dan sejak saat itu juga, kesetiaan mereka akan sahabat mereka pun semakin erat.


"When you love someone, just be brave to say that you want him to be with you. When you hold your love, don't ever let it go. Or you will lose your chance to make your dreams come true."


THE END

Tuesday 4 March 2014

Indescribable thoughts [Mind Vs. Feeling]

Many things happen in my life in these few months. From the toughest to the happiest, from the saddest to the better one. Sometimes friends are placed in our life for many reasons, for many causes, and it can be proven. Not everything can be explained. Many indescribable feelings that need to be told but no words are exactly described mine.
For these couple months, I realized that many cases happened in order to teach me something, in order to make be understand what life is, and out of my thoughts. Either my school life, my daily life, and many more were changed.
I used to go anywhere with someone accompanied me when I was in my old school. I used to eat my mom's cooks after school and as my school meals. I used to bother my sister and my brother when I got bored. I used to get angry when I was disturbed. And in the end, I used to chat play, and bothering one another with my school mates. Every memories mean much for me, especially when distances separate you.
I used to learn something from my seniors. I used to teach my juniors when they needed helps. I used to laugh out loud with all of my friends whoever they are or how old they are. I used to make jokes with my teachers, or even the cleaning service officers, and of course the security. I used to be a ind girl, but now everything has changed. Now I have to accept that I can't socialize well as I want to with my seniors and juniors as I used to do.
Sometimes your feelings just can't describe how much you wanted someone in your life. Sometimes your feelings are just pressured to hide all of those feelings that hurts. Sometimes your feelings make you complicate because your mind can't accept what you are feeling. And that is how I feel right now.
I never said that my new life is worst. I never blame anyone for being in my life. I never regret of losing someone in my life. But I do regret when I didn't enjoy my day with those who actually means much to me. I do regret when I didn't pay attention on someone who cared about me. I do regret when I didn't take time with those who were near me, always be with me. And now I lose everything. Distances make me stronger, yeah..my mind told me that. But deep inside, my feelings said that "No Vi, you are weak. You don't have enough strength to face this, to accept that those who always be beside you had gone now, and you just have the new one and you must adapt with it."
Maybe I am egoist. Maybe I am stupid. or maybe I am just so childish. But I need someone who always be beside me, accompany me wherever I wanna go, and be my side when I am alone and when I need someone to share with. Yeah I just need someone who is able to do that for me, who knows that I am a bit childish that I need someone who could act as a best friend, brother/sister, and yet my silly stupid and idiot friend in the right time. May I have one here? :'



"Sure you can. But you'll find it one day later, not now."